Ketua Pansus: KPK Mestinya Terikat Hukum Negara, bukan Pakar

Jakarta, Liputan.co.id – Ketua Panitia Khusus Hak Angket DPR RI untuk Komisi Pemberantasan Korupsi Agun Gunandjar Sudarsa menyatakan sebenarnya bukan lagi masanya bagi dia untuk membuat opini ke publik seolah sedang cari perhatian. Masa-masa itu menurutnya, sudah dia lewati.

Sekarang ujar mantan Ketua Komisi II DPR RI, saatnya yang muda yang tampil membawa ide dan gagasan baru bagi kehidupan demokrasi Indonesia tanpa kehilangan jatidiri kebangsaan.

“Mengapa saya ungkap opini ini? Hal itu karena rasa tanggung jawab saya sebagai praktisi politik nasional dan mantan aktivis terhadap kualitas kehidupan berdemokrasi kita, kualitas kita dalam berdialektika. Saya melihat gejala-gejala yang tidak sehat dan membahayakan,” kata Agun, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (14/7/2017).

Saat ini lanjut politikus senior Partai Golkar itu, demokrasi bangsa diarahkan menuju pada demokrasi liberal, yaitu kehidupan berdemokrasi yang lebih mengarus-utamakan peran civil society seperti LSM dan menihilkan peran lembaga suprastruktur demokrasi yang dijamin oleh UUD yaitu DPR.

“Saya ambil contoh dari yang saya alami saat ini di Pansus Hak Angket KPK. DPR membentuk Pansus Hak Angket KPK untuk menjalankan tugas konstitusional yaitu penyelidikan terhadap kinerja KPK. Tetapi pada perjalanannya Pansus justru diserang dengan pernyataan-pernyataan di media massa yang dibuat oleh KPK, sejumlah akademisi, kelompok dan LSM yang sudah berafiliasi dan bekerja sama dengan KPK selama ini,” ungkap alumni Pasca Sarjana Universitas Indonesia itu.

KPK dan pendukungnya ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Barat X itu, menyatakan bahwa Pansus tidak sah, tidak sesuai UU MD3, KPK bukan objek angket karena KPK koasi yudikatif, Pansus berniat mengadu KPK dengan Polri, Kejaksaan dan Presiden.

“Lalu saya sebagai saksi dalam kasus E-KTP dituding mangkir dari panggilan KPK dan berlindung di balik Pansus. Tetapi fakta menunjukan, Pansus dimuat dalam berita negara dan saya sebagai saksi bersikap patuh, taat dan menjalani pro yustisia di KPK. Pada 11 Juli 2017, saya datang ke KPK dan diperiksa penyidik KPK. Kooperatif,” ujarnya.

Sadar atau tidak, menurut Agun, KPK dan para pendukungnya sedang “membajak” hak-hak Pansus karena telah mengalihkan dan memindahkan permasalahan yang menjadi domain Pansus menjadi di luar dari mekanisme formil sebagaimana konstitusi dan UU mengaturnya. Bermain di tataran opini, KPK dan para pendukungnya jadi lebih mirip politisi.

“Lebih menarik lagi, KPK menerapkan standar ganda dalam bersikap. Di satu sisi mengatakan independen tapi di sisi lain meminta Presiden untuk intervensi. Di satu sisi mengatakan KPK koasi yudikatif (agar tidak termasuk objek hak angket), tapi di sisi lain berlindung di bawah eksekutif,” tutur mantan Ketua PP Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI Polri (FKKPI) itu.

Bahkan, para pendukung KPK kata Agung, menyatakan narasumber Pansus tidak objektif, karena YIM (Yusril Ihza Mahendra) dan RAS (Romli Atmasasmita) pernah menjadi ahli untuk tersangka KPK. Tapi ujarnya, bagaimana Pansus punya kesempatan objektif dihadapan KPK, jika KPK bersikap menolak keberadaan Pansus dengan bersandar pada pendapat pakar dan sejumlah dukungan tolak Pansus?. “Padahal sebagai penyelenggara negara, mestinya KPK lebih terikat pada hukum negara, bukan pada pendapat pakar yang subjektif,” tegasnya.

Agun mengingatkan, dampak dari pola perilaku KPK dan para pendukungnya yang melakukan gerakan delegitimasi terhadap Pansus, telah memancing reaksi publik. Sekarang publik terbelah, ada kelompok yang pro KPK dan ada kelompok yang pro Pansus. Suasana gaduh, media massa ramai, Publik di giring ke sana-sini tidak produktif. Legitimasi dinilai dari besarnya riuh dukung-mendukung atau mobilisasi massa. Akibatnya, demokrasi turun kelas.

“Padahal harapan Pansus dan juga rakyat Indonesia sangatlah sederhana, KPK datang dan mari bicara. Terapkan kehidupan bernegara yang demokratis konstitusional yaitu sikap subjek-subjek negara yang patuh, taat dan melaksanakan hukum-hukum negara. Tidak hanya melaksanakan hak-haknya tapi juga melaksanakan kewajiban kewajibannya. Pansus tidak akan pernah mengkhianati cita-cita reformasi. KPK sebagai komitmen politik pemberantasan korupsi, akan tetap ada dan semakin kuat,” pungkasnya. (zul)

Komentar