Jakarta, liputan.co.id – Tahun keempat pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang diikuti dengan bergulirnya dana desa oleh Pemerintah Pusat menuai banyak penyelewengan di lapangan.
Fakta tersebut menurut Ketua Komite I DPD RI Akhmad Muqowam menjadi alarm bahaya bagi desa karena akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada desa lantaran tidak mampu mengelola dana desa.
“Banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh dana desa sesungguhnya alarm bahaya bagi desa karena bisa membuat publik tak percaya kepada desa,” kata Muqowam, saat memimpin rapat Komite I DPD dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Bappenas, Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Gedung DPD RI, kompleks Parlemen, Senayan Jakarta Selasa (5/9).
Hal yang perlu diluruskan segera ujar Muqowam adalah persoalan regulasi dana desa sebab regulasi tersebut menjadikan desa sebagai subjek pembangunan.
“Saya menilai dalam tiga empat tahun berjalannya UU Desa ini antara regulasi dan kelembagaan belum mengalir betul, dan desa seperti mempunyai beban dengan apa yang diperintahkan UU tersebut,” kata Muqowam.
Di satu sisi lanjutnya, UU tersebut dibuat untuk membangun desa tapi para Kepala Desa enggan mengimplementasikannya karena takut salah dalam pengelolaan dana desa.
Oleh karena itu, Senator asal Jawa Tengah itu mengusulkan perlu adanya pembinaan kepada desa dan sinkronisasi serta intropeksi dari kementerian dan lembaga terkait.
“Saat ini kementerian selalu membeberkan data yang menarik kepada DPD tentang dana desa, tetapi fakta di lapangan tidak begitu, meskipun ada satgas pengawas dana desa nyatanya di lapangan para kepala desa banyak ditekan menggunakan dana desa sehingga penggunaan tidak tepat dan akhirnya malah ditangkap,” pungkasnya.
Komentar