Jakarta, liputan.co.id – Juru bicara Federasi Pertambangan dan Energi, Muhammad Abbas menyatakan penyebab terjadinya konflik menejemen PT Freeport Indonesia dengan pekerja disebabkan dua faktor.
Pertama menurut Abbas, faktor eksternal di mana belum ada kepastian investasi jangka panjang bagi perusahaan akibat alotnya negoisasi perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia.
“Akibat faktor eksternal itu berdampak ke internal sehingga muncul kebijakan perusahaan untuk menstabilkan pengelolaan perusahaan yang bermuara kepada rasionalisasi karyawan yang ditentang oleh pekerja yang tergabung dalam SPSI,” kata Abbas saat audiensi dengan Komite III DPD RI, di kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (4/9/2017), dipimpin oleh ketuanya Fahira Idris.
Dia jelaskan, ada tiga kategori pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diberlakukan kepada pekerja yang berusia 50 tahun diberi pesangon 12 kali gaji pokok. Sedangkan, pekerja yang terkena kebijakan PHK resmi dengan pesangon sebanyak 1527 orang.
Selain itu, PHK yang bersifat temporer atau furlough (sebanyak 300 orang). Konsep furlough menurut pihak manejemen Freeport dengan merumahkan pekerja, namun tetap diberi gaji selama dirumahkan. “Pekerja akan kembali bekerja kalau volume pekerjaan dari Freeport meningkat,” kata Abbas.
Pemutusan hubungan kerja yang bersifat sepihak sebanyak 3274 orang oleh manajemen Freeport lanjutnya, belum mendapatkan persetujuan dari Dinas Tenaga Kerja setempat.
Di tempat yang sama, anggota DPD Provinsi Papua Barat Chaidir Djafar mengatakan banyak federasi atau serikat perburuhan yang menyangkut masalah PHK di Freeport. Harapannya, jangan sampai hal itu justru akan menimbulkan masalah baru. “Kita harus jaga betul, jangan sampai dibenturkan oleh kepentingan tertentu. Saya khawatir bila ada benturan baik dari karyawan yang masih bekerja dan terkena PHK,” ujarnya.
Ia tambahkan, masalah PHK ini menyangkut efisien. Persoalannya, penjelasan lengkap dan komprehensif belum pernah disamapaikan oleh manajemen PT Freeport.
Sedangkan anggota DPD Provinsi Papua Mesakh Mirin mengatakan, sejarah Freeport tidak luput dari kepentingan politik. Maka, konflik baru-baru ini antara SPSI dengan Freeport mungkin hanya rentetan kecil.
“Untuk itu, saya meminta agar Presiden Joko Widodo bisa segera menyelesaikan nasib masyarakat Papua,” harapnya.
Komentar