Jakarta, Liputan.co.id – Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono mengakui Rapat Kerja ((Raker) pembahasan anggaran dengan jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 19 Oktober lalu berlangsung alot.
Padahal soal anggaran ini menurut Ono, telah dilakukan pembahasan yang sama dan selalu berakhir dengan tidak menemukan kesepakatan antara-dua institusi ini.
“Makanya saat Komisi IV DPR rapat kerja selalu ngotot meminta penjelasan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Susi Pudjiastuti sebagai mitra kerja. Sebab fakta dan hasil temuan di lapangan memang harus banyak yang diawasi DPR sesuai tugas pokok serta fungsi Komisi IV DPR terhadap pemerintah, khususnya terkait pengawasan badan pemerintah, salah satunya dengan institusi KKP,” kata Ono, Senin (30/10/2017).
Dia jelaskan, bukan hanya permasalahan disclaimer dari BPK saja yang dipertanyakan DPR, karena sejak awal rekan-rekan di Komisi IV sepakat dengan MenKP dan jajarannya, bahwa untuk menunjang dan mendukung terkait dengan kesejahteraan nelayan, kita setuju untuk mengalokasikan anggaran untuk pembuatan kapal sebanyak 3.450 unit.
“Kami yakin bahwa hal itu sebelumnya sudah ada satu perencanaan matang yang disusun sebelumnya oleh MenKP Susi Pudjiastuti dan jajarannya, maka dari itu saya katakan sekali lagi kita sepakat pada awalnya,” ujar dia.
Persetujuan sejumlah kapal untuk nelayan tersebut lanjutnya, terevaluasi oleh pihak KKP sendiri menjadi 1.719 unit kapal dan setelah mereka evaluasi, evaluasi menjadi 1.354 kapal.
Komisi IV DPR ujar Ono, mengetahui bahwa terdapat keterlambatan kontrak, namun dalam hal ini pihak KKP seolah masih berkutat pada permasalahan verifikasi sejumlah galangan kapal yang tersebar di seluruh Indonesia.
Bahkan menurut Ono, dari beberapa media yang ia ikuti, didapat informasi yang dikatakan bahwasannya sekitar 200 galangan kapal telah siap untuk melakukan kontrak pembuatan kapal yang juga disebutkan sebagai mitra kerja dari PT PAL di Surabaya. “Setelah ditelusuri Komisi DPR, hanya sekitar 20-an galangan yang dinyatakan siap untuk melaksanakan pekerjaan pembuatan kapal, dan itupun telah terbentur oleh keadaan waktu yang tidak cukup untuk pengerjaannya,” jelasnya.
Selain disclaimer ujarnya, Komisi IV DPR juga menemukan dugaan perubahan dokumen lelang dan juga perubahan pola skema lelang di mana menurut informasi, awalnya e-catalog dan “turn key” tetapi di tengah perjalanan diduga dirubah dengan cara lelang biasa dan “pay by progress”. Berangkat dari sini pula diduga salah satu penyebab yang menjadikan keterlambatan pekerjaan dalam institusi KKP,” ujarnya.
Dia ingatkan, batas waktunya adalah 23 Desember, dan dalam kenyataannya yang itu belum ada kepastian. Banyak kapal yang belum selesai, kecuali 48 kapal saja dan sisanya dibagi dua antara pekerjaan di bawah 50 persen dan di atas 50 persen.
“Harap jadi catatan bahwa yang di bawah 50 persen dibatalkan kontraknya, ada 600 kapal lebih, dan sisanya sejumlah 758 kapal dilanjutkan dengan catatan khusus yaitu karena batas akhir pembayaran itu 23 Desember maka dikeluarkan Bank Garansi sesuai kesepakatan dengan para pemenang tender,” imbuhnya.
Lucunya ujar politikus Partai PDI-P ini, bank garansi yang dikeluarkan, banyak dari mereka yang tidak memenuhi kewajibannya, dan secara otomatis bank garansi ini kembali kepada kas negara dan membuat perusahaan-perusahan penggarap kapal ini belum dibayar.
“Pertanyaannya adalah, keputusan pembatalan kontrak penggarapan sekitar 600 kapal itu setelah hasil disclaimer BPK ataukah sebelumnya? Ini mesti jelas dan masih banyak lagi yang perlu dipertanyakan karena semuanya pasti akan berimbas pada kegiatan di tahun berikutnya,” kata Ono.
Komentar