Jakarta, Liputan.co.id – Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Benny Rhamdani menyatakan saat ini tata kelola pertanahan di Indonesia berhadapan dengan tiga kekuatan besar yang bersekongkol dalam sebuah kelompok yang disebut mafia tanah.
Tiga kekuatan besar tersebut menurut Benny, dapat berasal dari pengusaha, oknum pemerintah yang korup dan juga oknum penegak hukum yang menyelewengkan kewenangannya.
“Tiga kekuatan ini sempurna satu sama lain saling mengikat diri. Jika rakyat berhadapan dengan tiga kekuatan ini, rakyat tidak memiliki kekuatan apa pun,” kata Benny, dalam rilisnya, Kamis (19/10/2017), usai pertemuan dengan stakeholder di Sulawesi Utara terkait Reforma Agraria Selasa (17/10).
Karena itu, Senator Sulawesi Utara ini meminta setiap institusi negara, para pejabat negara pemangku kepentingan dalam tugas-tugas tata kelola pertanahan berpihak kepada kepentingan rakyat dan tunduk pada konstitusi.
“Setiap daerah maupun negara harus welcome terhadap segala bentuk investasi, iya, tetapi tidak boleh masuknya investasi menyingkirkan rakyat. Rakyat atas nama kepentingan umum yang dijamin dalam undang-undang pokok agraria tetap harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Menyikapi hal tersebut, Benny menegaskan bahwa Komite I DPD RI akan membentuk Pansus Pertanahan yang akan membahas permasalahan pertanahan bersama dengan Polri, Menteri Agraria, Menteri LHK, dan Bappenas.
“Pansus pertanahan ini akan melakukan koreksi total terhadap segala bentuk penyimpangan penyalahgunaan abuse of power dalam hal kebijakan reforma agraria, termasuk mafia tanah,” ujarnya.
Dia tambahkan, Komite I DPD RI saat ini tengah menginisiasi tiga RUU terkait pertanahan, yaitu RUU Pertanahan, RUU tentang Hak Atas Tanah, dan RUU Peradilan Agraria.
RUU Hak Atas Tanah lanjutnya, bertujuan untuk melindungi hak atas tanah berdasarkan prinsip keadilan dan kepentingan umum. RUU tersebut akan membatasi jumlah lahan atau tanah yang dapat dibeli atau dimiliki oleh satu badan usaha, korporasi, atau perseorangan.
Sedangkan untuk RUU Peradilan Agraria jelasnya, mendorong agar kasus terkait pertanahan tidak lagi ditangani oleh peradilan umum, tapi oleh peradilan agraria.
“Karena Indonesia sudah masuk dalam fase darurat agraria. Kejahatan pertanahan oleh mafia tanah harus dikategorikan sebagai kejahatan extra-ordinary crime. Oleh karena itu penanganan tidak boleh lewat peradilan umum, harus peradilan agraria,” pungkasnya.
Komentar