Jakarta, liputan.co.id – Komisi VI DPR RI akan memanggil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, untuk meminta penjelasan terbitnya Peraturan Menteri (Permen) P.39/ MENLHK/ SETJEN/ KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani.
Komisi VI DPR RI menurut wakil ketuanya, Mohamad Hekal, telah berkoordinasi dengan Pimpinan Komisi IV DPR selaku mitra Kementerian LHK. Kemungkinan akan digelar Rapat Gabungan antara Komisi VI dan Komisi IV, agar permasalahan ini menjadi jelas dan menemukan penyelesaian yang tidak menimbulkan kekhawatiran semua pihak.
“Saya sudah bicara dengan Ketua Komisi IV yang bermitra dengan Kementerian LHK. Komisi VI bermitra dengan Perum Perhutani yang menjadi korban karena lahannya diambil. Komisi IV mempersilahkan untuk memanggil Menteri LHK atau mengadakan Rapat Gabungan, karena yang lebih tahu mengenai kebijakan kehutanan adalah Komisi IV,” kata Hekal, usai menerima Perhimpunan Pensiunan Perum Perhutani, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/10/2017).
Hekal menjelaskan, Perhutani menguasai lahan 2,4 juta hektare, yang tahap pertama untuk di bagi-bagi mendekati 500 ribu hektare dan rencananya akan ditambah minimal 1,2 juta hektar. “Berarti ini masih tahap awal kalau itu sudah mengambil separuh lahan Perhutani akan menyulitkan Perhutani dalam menyiapkan rencana kegiatannya,” ujar dia.
Kebijakan tersebut lanjutnya, akan menambah masalah yang ada dalam Perhutani, seharusnya pemerintah memperkuat Perhutani untuk bisa mendapat pembiayaan dan membina masyarakat yang sudah ada.
“Kalau kemitraan dengan masyarakat itu sebenarnya sudah berlangsung, kenapa tidak itu saja yang diperkuat?. Apa lagi memunculkan hal-hal baru seperti izin yang boleh diwariskan. Berarti ini sangat melemahkan posisi pemerintah,” ujarnya.
Di lain sisi Hekal menekankan dalam mengelola, pemerintah juga harus menjaga dan melestarikan hutan. “Seharusnya pemerintah bertanggungjawab atas hutan ini, mestinya diberikan kepada orang yang dapat mengelola hutan,” tegasnya.
Di Pulau Jawa ini misalnya, hutan tinggal 14 persen, padahal di setiap daerah minimal tersedia 30 persen hutan. Informasi yang akan dibagikan lagi sekitar 2 hektar per orang, mereka diwajibkan menamam tanaman hutan dan 1 hektar untuk kepentingan agrikultur yang bisa menghasilkan.
“Saya agak sanksi bagaimana mereka mau diawasi untuk menanam ini, kalau 500 ribu hektar di bagi 2 hektar per orang, ada 250 ribu izin. Berapa pegawai Perhutani ditambah dinas-dinas kehutanan yang bisa mengawasi kalau mereka benar-benar menanam?,” tanya Hekal.
Komentar