DPR Kembali Kritisi Pembentukan Holding BUMN

Jakarta, liputan.co.id – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir mengatakan masuknya PT (Persero) PGN menjadi anak usaha PT (Persero) Pertamina, maka otomatis PT PGN menjadi sub-holding dari Pertamina, dengan komposisi saham pemerintah di PGN sebesar 57 persen, sedangkan 43 persen saham milik publik.

“Masalahnya, jumlah saham pemerintah tidak seutuhnya diserahkan ke Pertamina, karena pemerintah masih memegang saham seri A atau dwiwarna,” kata Inas, saat rapat dengan direksi PT Inalum, PT PLN, PT Pertamina dan PT PGN, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/1/2018).

Menurutnya, Pemerintah seharusnya tidak memegang kendali melalui satu saham dwiwarna. Sebab 43 persen persen saham PGN dikuasai publik. Sebaliknya, pemerintah seharusnya memiliki kendali terhadap PGN melalui Pertamina, bukan melalui saham dwiwarna.

“Apakah nanti sepakat pemegang saham 43 persen dengan yang satu persen itu punya kewenangan?,” tanya politikus Partai Hanura itu.

Terlebih lagi, lanjut Inas, saham dwiwarna tidak diatur dalam Undang-Undang BUMN. “Tetapi kalau kita kembali lagi ke aturan yang tadi, maka patokannya adalah UU BUMN Pasal 1 Ayat 1,” ungkapnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VI Nasril Bahar mengkritisi, Panja Aset BUMN tidak dilibatkan dalam pembentukan holding BUMN. Padahal ujarnya, Panja Aset merekomendasikan penghentian pembentukan holding BUMN.

“Belum lama ini RUPSLB PGN sudah bergulir, itu artinya holding BUMN migas sudah menemukan titik terang, tinggal menunggu tandatangan Presiden Jokowi. Padahal, kami merekomendasikan penghentian pembentukan holding BUMN,” ujarnya.

Sejumlah pertanyaan tersebut tidak dapat tanggapan dari Deputi Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, karena pihaknya hanya menyiapkan materi pembahasan sesuai agenda mengenai evaluasi kinerja BUMN.

Komentar