Politikus PPP: Hukuman Mati Tetap Dipertahankan dalam RKUHP

Jakarta, liputan.co.id – Komisi III DPR RI membahas kembali RKUHP pada Juli 2018 ini. Rapat akan berlangsung terbuka dan bisa disaksikan masyarakat umum. Masukan publik berupa perspektif hukum untuk memperkaya RKUHP bisa disampaikan ke Komisi III DPR.

Hal tersebut dikatakan anggota Komisi III DPR Arsul Sani, di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/7/2018).

“Acara rapat Panja ini benar-benar terbuka. Silakan elemen masyarakat sipil memberi masukan,” kata Arsul.

Dia jelaskan, dinamika pembahasan RKUHP tidak lepas dari keputusan politik. Misalnya, pembahasan larangan penyebaran ideologi komunis. “Dalam RKUHP cuma dimuat dalam dua pasal. Tapi, perdebatannya mencapai tiga tahun. Pasal-pasal seperti itulah yang membuat Panja bekerja hingga tiga tahun. Itulah politik hukum dalam pembahasan RKUHP,” ujarnya.

Belum lagi perdebatan hukuman mati. Menurut Arsul, sebagian fraksi menginginkan dihapus dan sebagian lain ingin mempertahankannya. Tapi, akhirnya ketemulah jalan tengah yang diyakini sebagai jalan hukum Indonesia. Hukuman mati tetap dipertahankan ada dalam RKUHP.

“Proses pembahasan, memang lebih banyak politik hukumnya. Tapi, terus terang meskipun ini undang-undang pidana, kepentingan politiknya tetap sedikit,” ungkap Sekjen DPP PPP itu.

Pada bagian lain, Arsul juga menyampaikan perdebatan soal hukuman bagi koruptor. Sempat diusulkan ada hukuman minimal bagi tindak pidana korupsi. Ia mengaku tidak setuju itu. Tapi, masukan dari kalangan LSM menginginkan, RKUHP menyebut hukuman minimal untuk koruptor.

“Kalau hukuman minimal tidak disebutkan, nanti para koruptor dihukum sangat ringan. Itu juga menghambat pemberantasan korupsi. Jadi, ini buah simalakama. Kita pilih yang ini salah, pilih yang itu juga salah. Perdebatan-perdebatan itu cukup panjang di internal Panja,” imbuh Arsul.

Komentar