Senator Asal Sumbar Minta NJOP Berkeadilan

Jakarta – Anggota DPD RI Herman Darnel Ibrahim meminta agar cara menghitung pajak tanah masyarakat harus transparan. Menurut Herman, jangan sampai pemerintah menghitung Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah semena-mena, tapi harus berkeadilan.

Permintaan itu disampaikan Herman dalam rapat pleno Komite IV DPD RI dengan Tim Ahli membahas penyusunan naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan – Jakarta, Selasa (11/6/2019).

“Perlu ada cara yang berkeadilan dalam menentukan pajak tanah masyarakat. Karena itu perlu berbagai masukan yang diberikan dalam rapat komite ini untuk mengakomodir rasa berkeadilan dan rasional,” katanya.

Lebih lanjut dia mencontohkan jika ada lahan pertanian di sebelah mall, maka tanah tersebut diberi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang berbeda dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) berbeda pula. Jika mall tarif pajaknya 100 persen, maka lahan pertanian tidak bisa disamakan pajaknya dengan PBB mall tadi. Lahan pertanian harus lebih rendah PBB-nya dibanding mall.

“Itu baru bisa dikatakan mengakomodir pajak yang berkeadilan untuk rakyat,” tegas Senator asal Sumatera Barat itu.

Selain itu, Herman juga menginginkan lahan pertanian tarif PBB-nya diseragamkan. Penyeragaman ini, kata Herman dimaksudkan agar para petani tidak terbebani dengan pajak tanah yang tinggi.

“Maunya saya, agar harga padi tidak menjadi tinggi dan para petani tidak terbebani, walau NJOP tanah pertanian itu tinggi, sebaiknya disamakan. Hanya belum tercover dalam rumus yang sedang kita bahas ini,” sebut dia.

Menurur Herman, lahan-lahan yang termasuk lahan khusus yang harus mendapat keringanan bea pajak ini antara lain, sawah, pertenakan ayam, ikan dan juga rumah ibadah serta sekolah yang biayanya dari swadaya masyarakat.

“Sebaiknya lahan-lahan itu menjadi kekhususan, sehingga tidak menjadi isu sosial dalam masyarakat. Caranya bisa saja dibikinkan pasal khusus untuk lahan-lahan tertentu tadi. Tidak lagi mengikuti NJOP secara umum,” usulnya.

Hal lain yang menjadi perhatian Herman adalah mengenai lahan hunian atau rumah yang ditinggali. Contohnya terhadap seorang pensiunan yang punya rumah bagus dan tanah luas di tempat yang harga tanahnya mahal, sehingga otomatis NJOP-nya tinggi.

Tapi karena dia sudah pensiun sementara gajinya tidak cukup untuk bayar pajak, kemudian dia dipaksa pergi dari rumah tersebut karena tidak mampu membayar PBB-nya.

”Jangan sampai orang tersebut pindah atau dipaksa menjual tanahnya karena tidak sanggup bayar pajak. Ini sangat mengganggu rasa keadilan kita,” pungkasnya.