Senator Papua Barat Tuntut Terbitkan PP Pelaksanaan UU Otsus

Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Provinsi Papua Barat Mervin S Komber mengatakan UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Papua sesungguhnya merupakan sebuah anugerah dari hasil pertemuan 100 tokoh Papua dengan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pada 26 Februari 1996.

Ketika itu kata Mervin, 100 tokoh Papua itu bertemu dengan Gus Dur membicarakan keinginannya untuk berpisah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Komprominya ketika itu Papua diberikan otonomi khusus lewat Undang-Undang itu,” kata Mervin, dalam Forum Legislasi bertajuk “Membedah UU Otsus Papua. Telaah Upaya Pemerintah Redam Konflik di Bumi Cenderawasih”, di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Masalahnya menurut Ketua Badan Kehormatan DPD RI itu, hingga kini baru satu Peraturan Pemerintahnya (PP) yang terbit sebagai turunan UU tersebut, yaitu PP Nomor 54 tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP).

PP yang juga sangat diharapkan segera terbit terkait dengan kewenangan gubernur dalam perspektif provinsi otonomi khusus ujarnya, setelah 19 tahun UU Otsus berlaku, PP-nya tidak pernah ada.

“Akibatnya puluhan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tidak pernah di setujui Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri),” tegas Mervin.

Misalnya kata Mervin, dalam UU Otsus diatur bahwa gubernur memiliki kewenangan mempertimbangkan Kapolda yang diajukan oleh Kapolri, ini juga tidak jalan.

Demikian juga halnya dengan alokasi anggaran Otsus sebesar 10 persen untuk provinsi dan 90 persen kabupaten. “Ini juga tidak jalan karena Perdasi dan Perdasusnya tidak kunjung disetujui oleh Jakarta,” ujar Mervin.

Bahkan menurut Mervin, dalam UU Otsus juga dibolehkan Papua punya bendera kultural, pembentukan partai politik lokal karena pertimbangan kecilnya keterwakilan asli Papua di kelembagaan perwakilan.

“Ini semua berkontribusi terhadap berbagai ketimpangan yang saat ini terjadi di Papua dan Papua Barat. Jadi jangan salahkan Papua, ketika Otsus di Aceh bisa berjalan secara baik di bawah supervisi Helsinki. Sepertinya Papua dan Jakarta harus duduk bareng lagi ala Helsinki,” pungkas Mervin.