Usulan Revisi UU Pelayaran Dinilai Aneh

Jakarta – Mantan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menyikapi usulan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Sigit yang juga kembali terpilih jadi Wakil Rakyat menilai keinginan sejumlah pihak yang ingin merevisi UU tersebut adalah satu keanehan.

“Aneh, jika ada pihak yang ingin merevisi UU Pelayaran dan menghilangkan asas cabotage dalam UU Pelayaran. Berdasarkan data Bappenas, total potensi sektor maritim Indonesia mencapai US$1,2 triliun per tahun. Potensi ekonomi yang begitu besar, apakah mau dibuka untuk asing semua? Apalagi Indonesia sebagai poros maritim dunia telah dicanangkan pada tahun 2014 oleh Presiden Joko Widodo,” kata Sigit, lewat rilisnya, Kamis (10/10/2019).

Dari data Indonesian National Shipowner’s Asociation (INSA) ujar Sigit, penerapan asas cabotage yang didukung para pelaku usaha pelayaran nasional telah mendorong investasi sektor angkutan laut. Dia ungkap, pada 2017, armada pelayaran nasional mencapai 23.823 atau melonjak dari sejak awal diterapkannya asas cabotage pada 2005 yang hanya berkisar 6.041 armada. Hal ini juga diiringi dengan pertumbuhan perusahaan pelayaran nasional yang pada 2017 telah mencapai 3.760 perusahaan.

“Kekuatan armada laut kita cukup besar untuk melayani pelayaran nasional dan juga telah mampu melayani seluruh pendistribusian kargo domestik. Jadi, untuk apalagi membuka kran untuk asing. Lebih baik, potensi sektor maritim yang besar ini dikelola dan diselenggarakan oleh kita sendiri untuk kemakmuran rakyat,” ujar Sigit.

Selain terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi, asas cobatage juga bermakna kedaulatan negara (sovereign the country) telah terbukti sukses dalam menjaga kedaulatan negara pada aspek keamanan dan pertahanan. Armada pelayaran nasional menjadi bagian dari pertahanan negara, yang dapat dimobilisasi jika negara dalam keadaan bahaya. Hal ini seperti amanat Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Untuk itu, Sigit menegaskan bahwa UU Pelayaran tidak perlu direvisi. “Tahun 2011 pemerintah sudah pernah mengusulkan revisi UU Pelayaran yang meminta penundaan asas cabotage dan saat itu DPR melalui Komisi V tegas menolak. Tentu sekarang, jika ada pihak-pihak yang ingin mengusulkan revisi UU ini lagi, khususnya yang terkait asas cabotage kami akan tegas menolaknya karena asas cabotage ini jelas sangat dibutuhkan sebagai payung hukum penyelenggaraan angkutan laut dan dunia maritime kita,” imbuh Sigit.