Banyak Masalah, Pemerintah Diminta Evaluasi Moratorium TKI

Dubai – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia )DPD RI), Abdul Rachman Thaha meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan moratorium Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di beberapa negara di Timur Tengah. Alasannya, kebijakan moratorium tersebut malah menimbulkan banyak masalah.

“Sebaiknya pemerintah mengevaluasi kembali moratorium TKI ke Timur Tengah karena malah muncul agen-agen yang memanfaatkan situasi dengan cara membuatkan visa turis bagi TKI, apalagi adanya kebijakan pemerintah Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) bahwanya visa turis bisa berubah menjadi visa amal (pekerja),” kata Rachman, lewat rilisnya, saat kunjungan kerja ke Konjen RI di Dubai dan Kedutaan Besar RI di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dalam rangka Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, pekan lalu.

Untuk diketahui, ada 19 negara di Timur Tengah yang terkena moratorium TKI yaitu Arab Saudi, Aljazair, Bahrain, Kuwait, Irak, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Sudan, Qatar, Palestina, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab (UEA), Yaman, dan Yordania.

Rachman menyarankan, hal terpenting yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah perlu dibuat perjanjian kembali dalam hal persoalan hak-hak dan perlindungan hukum bagi TKI yang berada di luar negeri.

“Terutama terkait pesoalan keterampilan bagi TKI kita yang mau di kirim ke luar negeri, perlu lagi diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya,” ujarnya.

Dia jelaskan, jika pemerintah masih mempertahankan kebijakan moratorium TKI tersebut, konsekuensinya pemerintah harus menyediakan lapangan kerja yang banyak bagi rakyat Indonesia.

“Konsekuensinya, lapangan kerja bagi anak bangsa harus terbuka lebar dan tersedia sebanyak-banyaknya. Tapi kalau belum mampu, maka kebijakan moratorium TKI ini sudah semestinya dicabut,” tegas dia.

Selain persoalan TKI, Senator Indonesia asal Sulawesi Tengah ini juga menyoroti persoalan peluang bisnis antara Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA). Rachman menjelaskan bahwa peluang bisnis di UEA sangat potensial bagi pengusaha Indonesia yang mau berinvestasi di negara tersebut, karena regulasinya mendukung untuk itu.

“Khusus persoalan bisnis sangat berpeluang buat pengusaha Indonesia yang punya keinginan untuk berinvestasi di UAE karena aturan mereka sangat terbuka buat pengusaha,” jelasnya.

Sedangkan untuk Indonesia sendiri ujarnya, masih susah untuk menarik investor dari UEA dan negara lainnya, karena terbentur oleh aturan yang masih tidak ramah bagi investor luar negeri.

“Mereka mau masuk ke Indonesia untuk berinvestasi masih terbentur dengan berbagai aturan yang masih tumpang tindih sebaiknya pemerintah kita harus mengevaluasi kembali regulasi-regulasi yang ada tentang investasi ke negara kita sehingga para investor yang mau masuk ke negara kita jangan terlalu di persulit dengan aturan yang ada, kenapa negara mereka begitu cepat maju karena aturan-aturan yang ada di negara mereka mudah dan tidak rumit untuk berinvestasi,” jelasnya lagi.

Untuk itu, Rachman mendukung penuh upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reformasi birokrasi secara radikal, terutama menyederhanakan persoalan regulasi yang selama ini masih menghambat investor asing berinvestasi di Indonesia.

“Saya mendukung penuh gebrakan Presiden Jokowi dalam memangkas regulasi yang berbelit-belit itu,” pungkas Rachman.