Pabrik Baru Polyethylene di Cilegon Bisa Hemat Devisa Rp 8 Triliun

Pemerintah semakin gencar mendorong tumbuhnya industri kimia di dalam negeri, karena produk yang dihasilkannya terserap banyak sektor lain di dalam negeri. Hal ini sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, dengan memasukkan industri kimia menjadi salah satu sektor manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan agar lebih berdaya saing global di tengah era industri 4.0.

 

“Industri kimia dikategorikan sebagai mother of industry, karena mampu menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku oleh banyak sektor manufaktur lainnya, seperti industri kemasan, tekstil, alat rumah tangga, hingga komponen otomotif dan elektronika,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Peresmian Pabrik Baru Polyethylene PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk di Cilegon, Banten, Jumat (6/12).

 

Pabrik baru senilai USD380 juta ini diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Diharapkan, dengan beroperasinya pabrik tersebut dapat menekan impor yang membebani neraca perdagangan Indonesia. Produk polyethylene umumnya digunakan untuk bahan baku pendukung infrastruktur, pipa air, kabel listrik, kemasan makanan, peralatan rumah tangga dan lainya.

 

Oleh karena itu, Menperin menyampaikan apresiasi kepada PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk yang telah menyelesaikan pembangunan pabrik baru polyethylene yang akan beroperasi komersial mulai bulan Desember ini dengan kapasitas sebesar 400 ribu ton per tahun, sehingga akan menjadikan total kapasitas sebesar 736 ribu ton per tahun.

 

“Dengan berdirinya pabrik baru polyethylene ini, kita patut berharap bahwa Indonesia akan mampu mensubstitusi impor produk polyethylene dengan volume sebanyak 400 ribu ton per tahun. Hal ini juga akan berpotensi menghemat devisa hingga mencapai Rp8 triliun dan berpeluang menciptakan lapangan kerja baru di industri plastik hilir sebanyak 17.500-25.000 orang,” paparnya.

 

Menperin menyebutkan, kebutuhan domestik saat ini terhadap polyethylene telah mencapai 1,6 juta ton per tahun. Sedangkan, Indonesia baru memiliki pabrik polyethylene eksisting dengan kapasitas total sebesar 780 ribu ton per tahun.

 

“Jadi, beroperasinya pabrik ini, sesuai dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo untuk terus menggenjot investasi dan hilirisasi sektor industri. Upaya strategis ini juga diyakini meningkatkan perekonomian nasional secara fundamental, dengan penghematan devisa dari substitusi impor, dan akan pula dapat memperbaiki neraca perdagangan kita saat ini karena berorientasi ekspor,” tutur Agus.

 

Kontribusi signifikan

 

Selama ini, industri kimia dinilai mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari nilai ekspor bahan kimia dan barang dari bahan kimia yang mencapai USD8,79 miliar pada tahun 2018, dengan total investasi di sektor industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar Rp26,2 triliun.

 

Dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional, Menperin mengemukakan, pemerintah telah melakukan upaya-upaya strategis, antara lain dengan melakukan pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, serta optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan pasar ekspor.

 

Selain itu, penerapan program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN), serta pemberian insentif fiskal seperti tax allowance dan tax holiday. “Terkait insentif fiskal, pemerintah juga telah menerbitkan PMK No. 128 Tahun 2019 yang memberikan peluang bagi industri untuk mendapat pengurangan pajak hingga 200%,” ujarnya.

 

Insentif tersebut akan diberikan kepada industri yang berupaya memberikan fasilitas penyelenggaraan kegiatan praktik kerja dalam rangka pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu. Salah satu wujud nyata upaya ini adalah kegiatan vokasi industri.

 

Misalnya, upaya penyiapan sumber daya manusia yang kompeten di bidang petrokimia adalah melalui pembangunan Politeknik Industri Petrokimia di Banten yang berdiri di atas tanah seluas dua hektare yang telah dihibahkan oleh PT Chandra Asri Petrochemical.

 

Agus menambahkan, guna menarik investasi di Tanah Air, pemerintah terus berupaya menciptakan iklim usaha industri yang baik, menguntungkan, dan berkesinambungan melalui berbagai kebijakan. “Tahun ini, Jepang dan Korea telah menyampaikan komitmen yang kuat untuk menanamkan modalnya di sektor industri dengan nilai total mencapai USD5 miliar. Mudah-mudahan, dengan iklim usaha yang semakin nyaman, investasi dapat terus tumbuh dan kekuatan ekonomi kita menjadi semakin kokoh,” tandasnya.

 

Sementara itu, Presiden Direktur PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk, Erwin Ciputra mengaku, nantinya pabrik baru bisa menyerap hingga 25.000 pekerja lokal, termasuk tenaga kerja ahli seperti engineer. Pabrik baru tersebut akan memproduksi High Density Polyethylene (HDPE), Linear Low Density Polyethylene (LLDPE), dan Metallocene LLDPE (mLLDPE).

 

Menurut Erwin, pengerjaan konstruksi sudah 97 persen pada April 2019 dan akan memulai produksi komersial pada kuartal IV-2019. “Kebutuhan akan bahan baku polyethylene di Indonesia meningkat pesat seiring laju pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkapnya.

 

Erwin menambahkan, alasan perusahaan untuk fokus pada peningkatan kapasitas karena dalam rangka memenuhi permintaan domestik. “Pabrik baru ini juga telah mendapatkan kebijakan tax holiday dari pemerintah, kebijakan yang telah menciptakan iklim investasi yang baik,” imbuhnya.

 

Selain peningkatan kapasitas pabrik baru PE, Chandra Asri juga fokus mengembangkan kompleks petrokimia kedua dengan investasi sekitar Rp60-80 triliun. Pembangunan ini diharapkan selesai pada tahun 2024.  (kemenperin)