Isu Lingkungan Mencuat, Fikri Dorong Sektor Pariwisata Berbenah

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih, mendorong agar di masa-masa pandemi covid-19 ini digunakan untuk perbaikan aspek-aspek lingkungan pada sektor pariwisata di Indonesia.

“Saat masih banyak ditutup seperti ini, saya pikir waktu yang tepat untuk kita melakukan pembenahan-pembenahan pariwisata, terutama pada aspek lingkungan,” kata Fikri, di sela rapat Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/7/2020).

Fikri berpendapat, ada beberapa isu lingkungan yang perlu mendapat perhatian. Pertama, soal waste management. Politikus PKS ini memberi contoh kondisi sampah di Bali yang sangat memprihatinkan dan telah diliput oleh salah satu media internasional.

Menurut penelitian yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, tercatat timbunan sampah di Provinsi Bali sebanyak 1,6 juta ton per tahun dengan rata-rata timbunan per hari 4281 ton. Dari jumlah tersebut, 52 persen di antaranya belum tertangani dengan baik. “Ini bisa menjadi kampanye negatif untuk Bali,” kata Doktor ilmu lingkungan tersebut.

Isu kedua adalah mengenai konservasi. Fikri menyebutkan, perlu memerhatikan carrying capacity dan ecological footprints karena sumber daya Indonesia terbatas. Ia menceritakan pengalamannya beberapa waktu lalu saat memimpin kunjungan kerja ke Borobudur.

“Borobudur itu ada kapasitasnya, maksimal 128 orang dalam satu waktu secara bersamaan naik di lingkungan stupa, tetapi dinaiki oleh ribuan orang. Ini tentu bahaya bagi kelestarian Borobudur,” ungkapnya.

Lebih lanjut Fikri mendorong agar pemerintah perlu memikirkan konsep hingga penerapan konservasi, terlebih di masa persiapan pembukaan lagi pariwisata kita, sebelum banyak wisatawan datang.

Dia ingatkan, aspek lingkungan harus terintegrasi dalam program-program pengembangan pariwisata sehingga pariwisata bisa berkelanjutan. “Dokumen perencanaan di tiap kota dan kabupaten juga tingkat provinsi harus ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang tak terpisahkan dengan Riparda (Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah),” tegasnya.

Menurutnya tidak perlu memaksakan jumlah wisatawan yang tinggi, terlebih tanpa memerhatikan kelangsungan sumber daya. “Lebih baik kita bisa menjaganya sehingga tidak rusak dan citra pariwisata kita tetap baik,” pungkasnya.

Komentar