Komisi V DPR Minta Revisi UU Jalan Mengatur Perbankan Tanah

Jakarta – Wakil Ketua Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa menyatakan perbankan tanah atau land banking harus diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Jika tak ada aturan yang jelas mengatur land banking, maka berdampak pada terkendalanya upaya pemerintah untuk membangun jalan. Untuk itu menurut Nurhayati, land banking menjadi salah satu aspek penting dari revisi UU Jalan.

Demikian dikatakan Nurhayati dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi V DPR RI, dipimpin Wakil Ketua Komisi V DPR RI Ridwan Bae dengan Kepala Pusat Perancang Undang-Undang (Kapus PUU) Setjen DPR RI Inosentius Samsul, di ruang rapat Komisi V DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).

“Tanpa land banking, tentu pemerintah nantinya mengalami kendala untuk membangun jalan. Apalagi, kita menginginkan konektivitas di daerah-daerah strategis nasional, daerah kawasan ekonomi dan pariwisata dan lain-lain. Tetapi, kalau tidak ada land banking itu juga menjadi suatu masalah tersendiri,” ujar Nurhayati.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengusulkan peningkatan kapasitas jalan juga harus diatur di dalam revisi UU Jalan. Berkaca dari negara-negara lain, masing-masing negara tersebut memiliki tonase dari 10 sampai dengan 12 ton. Bahkan, lanjut Nurhayati, beberapa pakar juga memberikan pendapat bahwa tonase kapasitas jalan di Indonesia masih terlalu rendah.

“Tonase di Indonesia, baru maksimum 8 ton. Jadi, itu yang membuat jalan nasional kita cepat sekali rusak. Nah, jadi bagaimana kita ini bisa meningkatkan kapasitas jalan yang harus kita atur di dalam UU Jalan mendatang. Bahwa, tonase kapasitas jalan itu harus ditingkatkan. Saya rasa, kalau 10 sampai dengan 12 ton sudah sangat baik untuk kualitas atau kapasitas jalan nasional,” usul Nurhayati.

Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Barat XI ini menegaskan, sumber dana preservasi jalan juga tak kalah pentingnya harus diatur secara jelas di dalam revisi UU Jalan. Terlebih, dana preservasi jalan itu sebetulnya sudah diatur sekian lama diatur sejak tahun 2009. Namun, sampai sekarang belum ada pelaksanaan secara detail oleh para pemangku kebijakan terkait.

“Karena, tidak diatur sumber dana preservasi jalan itu dari mana? Nah, itu yang harus kita atur di UU ini. Apalagi, karena ini kan juga turunan dari UU LLAJ pasal 29. Dan di sini juga kita harus melihat bahwa harus ada insentif kepada pemerintah daerah melalui skema antara lain hibah jalan daerah. Jadi, tadi disebut seperti DAK, dana insentif, dana hibah, dana preservasi jalan, dana afirmasi harus diatur dalam revisi UU Jalan ini,” pungkasnya.

Komentar