Pengelolaan Kolaboratif Kunci Utama Harmonisasi Manusia dan Satwa Liar

Pasca pandemi COVID-19, pengelolaan kolaboratif menjadi kunci utama dalam menjaga harmonisasi antara manusia dan satwa liar. Hal ini mengemuka dalam diskusi Teras Inovasi : Bincang Seru Profesor, dengan tema “Dapatkah Manusia dan Satwa Liar Hidup Berdampingan Pasca Pandemi COVID-19?”, yang diselenggarakan oleh Badan Litbang dan Inovasi (BLI) melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, beberapa waktu lalu.
“Dalam masa pandemi COVID-19, sektor ekonomi sangat terdampak, baik yang di perkotaan maupun di pedesaan hingga pinggir hutan. Meningkatnya pengangguran akibat PHK dan kembali ke desa, serta kelesuan ekonomi yang berkepanjangan dikhawatirkan berimplikasi kepada tekanan terhadap kawasan hutan. Jika demikian, maka pandemi COVID-19 ini secara tidak langsung juga berdampak pada kelestarian hutan sebagai habitat satwa liar,” tutur Kepala BLI Agus Justianto saat membuka acara (14/07/2020).
Dalam kesempatan ini, hadir tiga narasumber yang juga menjelaskan berbagai tantangan dan strategi konservasi, praktik-praktik terbaik (best practices) konservasi satwa liar di lapangan, serta rekomendasi pengelolaan konservasi satwa liar. Ketiga narasumber tersebut adalah Prof. (Ris) R. Garsetiasih dari P3H, Dr. Dolly Priatna mewakili Departemen Konservasi APP Sinar Mas, dan praktisi serta peneliti Agus Mulyana.
“Terjadinya ketidakharmonisan antara manusia dengan satwa liar karena adanya faktor ekonomi. Ketidakharmonisan membuat masyarakat rugi secara materi, fisik, dan jiwa maupun bagi satwa itu sendiri. Kesejahteraan masyarakat yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap sumber daya hutan, dan satwa liar,” jelas Prof. R. Garsetiasih yang akrab dipanggil Prof. Tia ini.
Mendukung keharmonisan tersebut, dirinya menekankan perlu adanya aturan dan kebijakan yang optimal dalam pengelolaan hutan, serta menguntungkan masyarakat. “Kondisi pandemi merupakan perenungan bagi kita semua, baik masyarakat secara umum, para pegiat konservasi, termasuk pengambil kebijakan. Pengelolaan kolaboratif adalah salah satu strategi, aksi nya harus segera dilakukan, dengan tetap menitikberatkan pada kesejahteraan masyarakat tapi tidak mengganggu sumber daya alam yang ada,” pungkas Prof. Tia saat menyampaikan rekomendasinya.
Menyambung yang disampaikan Prof. Tia, Dr. Dolly menyampaikan beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menghindari konflik antar manusia dan satwa liar, seperti berbagi ruang, meminimalkan konflik manusia dan satwa liar demi mencegah adanya kepunahan lokal.
“Upaya konservasi tidak bisa menungggu pendemi COVID-19 selesai, kita dituntut untuk memikirkan inovasi-inovasi teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam hal monitoring dan mitigasi konflik satwa liar, dengan meminimalkan interaksi atau pemanfaatan sumber daya manusia, karena dalam sikon saat ini, mobilitas dikurangi tapi kebutuhan untuk kelestarian terus berjalan,” terangnya.
Tidak lupa, ia juga menyampaikan berbagai program konservasi yang telah diimplementasikan di wilayah konsesinya, antara lain menyusun protokol konsesi HTI yang ramah konservasi satwa liar, mengelola areal HCV/HCS, membangun unit patroli dan Tim Satgas Mitigasi Konflik Satwa Liar, monitoring berkala dengan camera trap, berkolaborasi dengan konsesi yang berdampingan, serta para pemangku kepentingan, baik instansi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Sementara itu, Agus Mulyana meyakini bahwa kawasan konservasi dapat dikelola dengan cara lestari untuk kehidupan masyarakat lokal, dan pembangunan. “Kontribusi kawasan konservasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, menumbuhkan tenaga kerja, dan menambah pendapatan negara dari sektor pariwisata, dan jasa ekosistem. Kawasan konservasi dapat mencegah manusia melakukan tindakan-tindakan melampaui batas-batas ekologi yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem,” jelasnya.
Dirinya juga sepakat bahwa permasalahan pengelolaan satwa liar tidak dapat dihadapi oleh satu pihak, melainkan dengan bekerja sama atau kolaborasi. “Ada beberapa syarat keberhasilan kolaborasi, yaitu bagaimana berhasil membangun hubungan saling percaya, mengutamakan kepentingan bersama yang mengakomodir kepentingan masing-masing, serta pembagian peran dan tanggung jawab yang cukup jelas,” pungkasnya.
Dipandu oleh Dr. Rozza Tri Kwatrina sebagai moderator, webinar seri kelima ini diikuti oleh kurang lebih 300 peserta secara antusias, baik pada platform Zoom maupun kanal Youtube saluran Puslitbang Hutan secara virtual. (klhk)

Komentar