IPW Ingatkan Ini Ke Dewas KPK Terkait Masalah Helikopter Firli Bahuri

JAKARTA – Masalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri menggunakan helikopter saat ke Bengkulu terus dipermasalahkan. Kabarnya, masalah ini sering dipolitisasi oleh kelompok-kelompok tertentu di dalam tubuh KPK.

Ketua Presedium Ind Police Watch (IPW) Neta S Oane mengingatkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK perlu mewaspadai kelompok Taliban and The Gang dalam kasus Helikopter Firli. Sebab IPW melihat kelompok Taliban and The Gang selalu berusaha mempolitisasi kasus tersebut dalam rangka menjadikan KPK sebagai alat politik dan mengkriminalisasi lawan-lawan politiknya, dengan politik tebang pilih dalam pemberantasan korupsi.

“Tampilnya Firli sebagai Ketua KPK membuat kelompok Taliban and The Geng merasa gerah, karena pengaruh dan kepentingannya terganggu. Sehingga semua yang dilakukan Firli selalu dianggap salah dan mereka merasa benar sendiri,” kata Neta S Pane lewat pesan tertulisnya, Rabu (26/8).

“Target kelompok Taliban and The Geng adalah berusaha menyingkirkan Firli dari KPK secepat mungkin, agar kekuasaan mereka di lembaga anti rasuha itu pulih kembali,” tambahnya.

Untuk itu, IPW berharap Dewas KPK bersikap profesional, modern, dan terpercaya dalam menangani kasus Helikopter Firli. Dalam masalah ini, kata Neta, ada dua poin yang perlu dilakukan Dewas KPK dalam menangani kasus Helikopter Firli, yang pertama jangan dengarkan suara suara kelompok Taliban and The Geng.

“Terutama itu mantan pimpinan KPK yang sudah digotong keluar lapangan. Sebab saat menjabat mereka juga banyak masalah, bahkan masalah hukumnya masih mengambang hingga kini,” ujarnya.

Yang kedua lanjut Neta, Dewas KPK perlu memanggil perusahaan penyewa helikopter tersebut untuk didengar penjelasannya. Sebab informasi yang didapat IPW, helikopter itu adalah angkot terbang alias air taksi, dengan trayek Palembang-Bengkulu, jadi siapa pun bisa menyewanya.

“Misalnya dari Palembang ke Kayu Agung, lalu penyewa lain minta di antar ke Batu Raja, dan penumpang lain minta di antar ke Bengkulu. Dan biaya penerbangan perjam Rp 30 juta. Artinya, dengan dipanggilnya perusahaan penyewa helikopter itu Dewas KPK akan mendapat penjelasan yang riil dan bukan isu atau manuver politik,” jelasnya.

Olehnya itu, Dewas KPK perlu mengabaikan opini yang dibangun kelompok Taliban and The Geng, bahwa naik helikopter adalah sebuah kemewahan. Sebab apa yang dilakukan Firli sebagai Ketua KPK bukanlah sebuah kemewahan, melainkan karena faktor efisiensi waktu dan faktor keamanan.

“Jika Firli menggunakan jalan darat selama empat jam tentu tidak efektif waktunya, selain itu keamanan dirinya sebagai Ketua KPK juga berpotensi bermasalah. Jika Dewas KPK berpola pikir Promoter tentu tidak ada yang salah, dan tidak ada masalah Firli menggunakan helikopter untuk pulang ke kampung halamannya dan berziarah ke makam orang tuanya, apalagi biayanya dia tanggung sendiri, dan Firli tidak setiap bulan pulang kampung dengan menggunakan helikopter,” tuturnya.

“Sebab itu Dewan KPK dan masyarakat luas tidak perlu mendengarkan ocehan kelompok Taliban and The Geng yang selalu mencari-cari kesalahan Firli, dan selalu memojokkan ketua lembaga anti rasuha,” tutupnya. (***)

Komentar