Pelayanan Publik Banyak Masalah, PPUU DPD RI Akan Revisi UU Pelayanan Publik

Jakarta – Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI akan menyusun RUU Perubahan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Perubahan tersebut bertujuan untuk mewujudkan sistem pelayanan publik yang berkualitas, cepat, dan mengutamakan kepuasan masyarakat dalam mendukung percepatan pembangunan.

“Secara kontekstual, UU Pelayanan Publik besar kemungkinan untuk diubah atau bahkan diganti, karena secara implementatif belum menyelesaikan masalah pelayanan publik secara maksimal. Selain itu, perubahan UU ini juga dalam upaya mengoptimalkan pelayanan dan kebutuhan akan penyelenggaraan pelayanan publik dengan paradigma baru,” kata Ketua PPUU DPD RI, Badikenita Br Sitepu dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Pan-RB) Tjahjo Kumolo, Rabu (20/1).

Banyaknya laporan tentang masalah pelaksanaan pelayanan publik, menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan di dalam sektor tersebut. Terkait Covid-19 misalnya, Ombudsman Republik Indonesia sudah mengantongi lebih kurang 387 laporan. Belum lagi pelayanan publik seringkali dikatakan buruk dan penyelenggaranya sering melakukan maladministrasi.

“Laporan-laporan itu membuktikan bahwa masih terdapat celah penyimpangan peraturan perundang-undangan. Karena itu perlu melibatkan masyarakat untuk ikut berperan serta mengawasi kinerja administrator pemberi layanan publik, mulai perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap evaluasi bidang pelayanan publik,” jelas Senator dari Sumatera Utara ini.

Wakil Ketua PPUU DPD RI, Angelius Wake Kako, menilai saat ini kondisi pelayanan publik masih ditemukan banyak kelemahan. Salah satunya adalah tumpang tindih data. Akibatnya objek dari pelayanan menjadi tidak teridentifikasi, sehingga prinsip pelayanan publik tidak berjalan semestinya. Selain itu, Angelius beranggapan saat ini pelayanan publik masih bersifat eksklusif. Berbagai arahan dari pemerintah tidak dapat diterjemahkan oleh perangkat pemerintahan daerah secara baik, sehingga fungsi pelayanan publik tidak berjalan kepada masyarakat kecil yang memiliki keterbatasan akses komunikasi.

“Salah satu contohnya adalah program Rp2,4 juta dari pemerintah untuk UMKM. DPD menemukan banyak para pelaku UMKM yang tidak mendapat perlakuan itu. Setelah saya cek di dinas-dinas, ketidakseriusan dari birokrat untuk menyosialisasikan dan menjembatani ini kepada orang-orang kampung tidak berjalan,” kata Angelius yang berasal dari NTT ini.

Menteri PAN-RB, Tjahjo Kumolo, mengatakan upaya yang dilakukan DPD RI dalam mengubah UU 25/2009 tersebut sejalan dengan penyempurnaan UU tentang Pelayanan Publik sebagai bagian pelaksanaan reformasi birokrasi secara komprehensif oleh pemerintah. Penyempurnaan pelayanan publik merupakan salah satu visi misi Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dengan konsep reformasi birokrasi dengan pelayanan publik menjadi ujungnya.

“Apalagi saat ini UU Cipta Kerja sudah berlaku yang kuncinya yaitu memberikan kecepatan pelayanan publik yang fungsinya menerima aspirasi masyarakat agar cepat menerima layanan birokrasi dari pemerintah lembaga, institusi, sampai pada tingkat kelurahan,” ucap Tjahjo.

Tjahjo mencatat enam isu yang membutuhkan pendalaman penyempurnaan pelayanan publik. Pertama, perlu penyerasian dengan UU sejenis yang bercirikan partisipasi masyarakat agar saling memperkuat. Kedua, perlunya norma pengaturan mengenai etika penyelenggaraan pelayanan publik. Ketiga, perlu ditegaskan mengenai pelayanan inklusif yang berlandaskan keadilan dengan tidak membedakan status sosial dan ekonomi. Keempat pelayanan publik berbasis elektronik harus menjadi basis pelayanan dalam rangka memudahkan dan transparansi pelayanan kepada masyarakat.

“Kelima, perlu pengaturan mengenai kewajiban melakukan inovasi yang berkelanjutan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dan keenam, adanya peran swasta dan pemberdayaan masyarakat sebagai mitra dalam penyelenggaraan pelayanan publik,” papar politisi PDIP ini.

Komentar