PPUU DPD RI Susun RUU Tentang Pelayanan Publik

Jakarta – Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI akan menyusun RUU Perubahan/Penggantian UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar pada hakekatnya adalah pelayanan publik.

Hal tersebut terungkap pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) PPUU DPD RI membahas RUU Tentang Pelayanan Publik di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (14/1).

“Pelayanan Publik menjadi urusan wajib yang harus dipenuhi oleh Pemerintahan Daerah dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, Oleh karena itu, karena Kewenangan Legislasi DPD RI sangat terkait dengan otonomi daerah, maka DPD RI mempunyai dasar kewenangan yang kuat dalam penyusunan UU Pelayanan Publik,” kata Wakil Ketua PPUU Eni Sumarni saat membuka rapat.

Dasar kewenangan penyusunan lanjutnya, Pasal 11 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan bahwa Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.

“Selain itu, usul RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juga telah masuk ke dalam daftar Prolegnas 2020-2024 nomor urut 234. Adapun usul RUU tersebut murni merupakan usul inisiatif DPD RI,” ujarnya.

Pada kesempatan ini, narasumber Dosen Fisip Universitas Padjadjaran Bandung Heru Nurasa mengungkapkan bahwa materi muatan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini sudah banyak ketinggalan karena sudah 11 tahun, dan sudah seharusnya lebih beragam dan maju, UU yang lama harus disesuaikan dengan konsep yang lebih relevan di masa kini.

“Pelayan publik sudah sedemikan maju saat ini, bahkan peralatan sudah menggunakan sistem teknologi informasi yang baik, dengan fakta demikian, seharusnya sudah arus ada perubahan agar sesuai dan relevan dengan kondisi saat ini,” kata Heru.

Sementara itu, Senator Kalimantan Selatan Habib Hamid pada RDPU ini berharap bahwa UU Pelayanan Publik perlu terintegrasi dengan baik dan menjadi UU yang prima dan diterima masyarakat.

“Perlu masukan dari semua pihak agar UU ini menjadi UU yang diharapkan oleh masyarakat dan mengakomodir banyak kepentingan,” ucapnya.

Salah satu persoalan di dalam UU Pelayanan Publik adalah terkait dengan kelompok rentan yang tidak diatur secara jelas, kemudian persoalan mekanisme penanganan dan penyelesaian pengaduan harusnya bisa lebih teratur, jelas dan rapi. Namun, ketika peran dan fungsi ini mulai beroperasi secara normal, beberapa masalah akan muncul.

“Selain perlu relevansi dengan kondisi saat ini mengapa perlu dilakukan perubahan, perlu juga ada dimasukkannya sanksi yang tegas berkeadilan dalam RUU ini nanti, selama ini dalam penyelenggaraan pelayanan publik, negara belum memiliki peran yang jelas dalam pemberdayaan masyarakat. Ketika negara berperan sebagai fasilitator, ambiguitas ini menjadi semakin terlihat. Pembagian peran negara dan sosial tampaknya tidak jelas, termasuk juga dalam proses penentuan siapa subjek dan siapa objeknya,” pungkas Eni.

Komentar