Erick Thohir Kembalikan Pesawat CRJ 1000 Untuk Atasi Keuangan Garuda, DPR Beri Apresiasi

JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir secara tegas telah meminta PT Garuda  Indonesia (Persero) untuk segera mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ 1000 sebagai bentuk penghentian kontrak operating lease dengan Nordic Aviation Capital (NAC) yang jatuh tempo 2027.

Erick mengungkap sejumlah alasan untuk memutuskan secara lebih awal kontrak tersebut, lantaran operasional 12 Bombardier CRJ 1000 selama 8 tahun, perseroan mengalami kerugian rata-rata 30 juta dollar AS per tahun, sementara sewa pesawat sebesar 27 juta dollar AS.

Kemudian pertimbangan adanya dugaan tindak pidana berupa suap, dan korupsi yang sedang dilakukan penyelidikan oleh Serious Fraud Office (SFO) Inggris terhadap pabrikan Bombardier dan juga sedang ditangani KPK.

Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi mengapresiasi sikap tegas Erick Thohir yang memutus kontrak lebih awal sebagai bentuk efiensi terhadap keuangan Garuda, dimana industri penerbangan saat ini sedang lesu disebabkan oleh pandemi.

“Kita sangat mendukung kalau itu untuk tujuan efisiensi keuangan negara, apalagi dalam kondisi ekonomi penerbangan yang lesu seperti sekarang ini, kan tipikal Bombardier itu tidak cocok bagi penerbangan di Indonesia,” kata Baidowi, Selasa (16/2).

Baidowi menambahkan, mahalnya biaya sewa Bombardier yang berujung membikin tekor keuangan Garuda ditengarai karena adanya praktek suap dari pihak pabrikan Bombardier kepada oknum pimpinan Garuda saat proses pengadaan pesawat 2011 silam.

“Karenakan sewanya mahal, mahalnya itu karena ada indikasi suap membuat barang itu mahal,” ucapnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menuturkan, langkah Erick dinilai sebagai langkah yang tepat untuk membangun Good Corporate Governance (GCG) secara internal ditubuh perusahaan BUMN dalam menyelamatkan keuangan negara secara transparan dan akuntabel.

“Langkah itu diambil berdasarkan evaluasi dari managamen Garuda bahwa ada inefisiensi, ya bagus, kita dukung,” jelasnya.

Sementara itu, pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan pemutusan kontrak Garuda Indonesia dengan Bombardier CRJ 1000 merupakan upaya efisiensi. Ia menyebut langkah efisiensi seperti ini juga banyak dilakukan maskapai secara global sebagai imbas dari dampak pandemi.

“Mereka (maskapai) mencoba melakukan renegosiasi dengan lessor supaya armada pesawat bisa diterminasi kontraknya lebih awal. Tujuannya perampingan armada,” kata Toto di Jakarta, Kamis (11/2).

Toto mendukung sikap Menteri BUMN Erick Thohir dan manajemen Garuda Indonesia yang membatalkan kontrak dengan Bombardier CRJ 1000. Toto menyebut kontrak Bombardier CRJ 1000 sejak awal bermasalah dan dianggap tidak cocok dengan rute yang akan dilayaninya.

“Terbukti kemudian pimpinan manajemen Garuda saat itu bermasalah soal tata kelola perusahaan yang baik,” ungkapnya.

Toto menambahkan keinginan Erick agar Garuda lebih fokus di pasar domestik dan angkutan kargo sudah tepat. ia mengatakan sektor penerbangan domestik menjadi satu-satunya harapan bagi maskapai lantaran belum pulihnya rute penerbangan internasional di masa pandemi.

“Harapan target penumpang yang bisa dipulihkan segera adalah di sektor domestik,” pungkas Toto. (***)

Komentar