Dewan Syura PKB: Muliakan, Jangan Dizalimi Guru

Liputan.co.id, Jakarta – Setiap tanggal 25 November, masyarakat Indonesia ramai-ramai memperingati Hari Guru Nasional yang juga bertepatan dengan ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Besarnya jasa guru membuat antusiasme publik Tanah Air begitu tinggi dalam merayakan hari guru. Sayangnya persoalan yang membelit guru seperti tak pernah selesai. Kesejahteraan guru masih jadi masalah utama, apalagi nasib para guru honorer.

Padahal, kata Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB, KH Maman Imanulhaq, keberhasilan pendidikan di Indonesia tidak hanya diukur dari keberhasilan peserta didiknya saja, tapi sampai sejauh mana nasib para pendidik dalam mendapatkan hak-haknya sebagai seorang guru.

“Di hari guru ini kita harus mengingatkan bahwa tidak boleh ada kezaliman kepada guru baik dari pemerintah, yayasan-yayasan pendidikan, dan kita masyarakatnya,” kata Maman Imanulhaq, pada peringatan Hari Guru, Kamis (25/11/2021).

Menurut Maman yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI ini, guru memiliki hak untuk meningkatkan karier profesionalnya baik jabatannya, karier strukturalnya, termasuk juga kenaikan pangkat. Guru, katanya, tidak sekedar disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, mereka juga butuh ruang intelektualitas, ruang kreativitas. Para guru perlu didorong untuk memiliki kesempatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi.

“Tahukah kita bahwa guru honorer masih ada yang mendapatkan honor Rp150.000 perbulan, paling besar Rp300.000 per bulan,” ungkapnya.

Menurut Pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi itu, bagaimana mungkin Indonesia bisa meningkatkan kualitas pendidikan kalau guru-gurunya saja terzalimi. Ia kemudian mengutip pendapat dari Prof. Dr. Yuda Munajat yang menyebutkan empat poin penting soal peningkatan kesejahteraan guru.

Pertama, kata Maman, harus dihilangkan kendala administratif yang dihadapi oleh para guru dalam meningkatkan karirnya, dalam meningkatkan status jabatannya.

“Saat ini, para guru kesulitan untuk terus menerus mengisi panduan-panduan saat mengajar, padahal yang dibutuhkan adalah justru para guru mendapat waktu belajar, mereka mampu menambah ilmu pengetahuan yang bisa ditransfer kepada anak-anak didiknya. Kendala administratif itu yang harus dipangkas,” kata Maman.

Kedua, terjadinya penumpukan guru yang tidak naik pangkat karena tidak sinkronnya antara profesi guru yang mereka geluti dengan syarat karya tulis yang harus dibuat. Menurut Kiai Maman, kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena seharusnya seorang guru ditempatkan dalam bidangnya masing-masing dan tidak terkendala dengan karya tulis.

“Kita butuh seorang guru yang punya inovasi, gagasan-gagasan kreatif serta metodologi yang bisa disampaikan kepada anak-anak didiknya,” kata Maman.

Ketiga, kesejahteraan dan kepuasan guru, baik guru ASN yang belum tersertifikasi dan juga guru honorer itu belum diperhatikan dengan baik. Terakhir, perluas ruang-ruang kreativitas, ruang-ruang inovasi, dan ruang-ruang intelektualitas bagi guru. Banyak guru dengan potensi yang begitu hebat tapi tiba-tiba terkubur oleh rutinitas, terkubur oleh formalitas, terkubur oleh persyaratan administratif yang tidak ada hubungannya dengan intelektualitas yang mereka miliki.

“Keberhasilan pendidikan sangat tergantung pada kualitas guru dan kualitas guru juga bergantung pada kesejahteraan hidupnya,” imbuh Maman.[liputan.co.id]

Komentar