Pengamat: Kemenkes Sudah Terbuka, Polemik Harga PCR Belum Tentu Bisnis

JAKARTA – Polemik yang berhembus tentang isu bahwa ada pihak-pihak yang menjalankan bisnis PCR belakangan sudah mendapat klarifikasi dari Kementerian Kesehatan.

Hal itu diperjelas Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmidzi yang menegaskan bahwa pihaknya selalu mengevaluasi tarif tes swab RT-PCR secara berkala. Tujuannya untuk menutup kepentingan bisnis yang bisa merugikan masyarakat.

Menanggapi hal itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mengatakan, penjelasan secara rinci oleh Kemenkes dan BPKP terkait penetapan harga PCR menjadi penting agar masyarakat mengetahui dan tidak menerka-nerka.

Menurut Emrus, naik turunnya harga PCR itu tidak serta merta permainan harga oleh pihak-pihak tertentu, karena hal tersebut bisa berpengaruh dengan nilai tukar dolar Amerika Serikat.

Oleh karena itu, jika ada penurunan harga yang begitu jauh bisa juga adalah subsidi dari Pemerintah agar masyarakat bisa menjangkaunya.

“Jadi setiap harga PCR turun bisa dilihat dengan kurs dolar AS. Bisa dilihat hasilnya hingga harga Rp 275 ribu, dan seterusnya sampai ke rakyat, jika marginnya dikatakan tidak masuk akal, bisa jadi Pemerintah mensubsidi PCR ini hingga harga terjun bebas,” kata Emrus Sihombing, Minggu (7/11/2021).

Beradasarkan rincian harga PCR yang diumumkan oleh Kemenkes dan BPKP itu pertama Rp 900 ribu di tahun 2020, kedua, pada tanggal 16 Agustus 2021 ditetapkan pemeriksaan RT PCR Rp. 495 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali serta Rp. 525 ribu untuk diluar pulau Jawa dan Bali.

Terakhir pada tanggal 27 Oktober ditetapkan Rp. 275 ribu untuk pulau Jawa dan Bali dan Rp 300 ribu untuk diluar pulau Jawa dan Bali.

“Kalau saat itu harganya Rp 900 ribu dan itu bahan impor ya mungkin bisa mahal, bisa juga tidak, tinggal di buka saja. Kalau itu sudah dibuka transparan maka baru bisa disimpulkan, apakah itu bisnis atau bukan bisnis,” tambah Emrus.

Untuk itu, Emrus meminta Kemenkes dan BPKP ke depan lebih terbuka lagi soal harga PCR ini, agar tidak ada isu liar yang bisa mengganggu kerja Presiden dan para Menterinya dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi bangsa.

“Saran saya sih baiknya dua lembaga (Kemenkes dan BPKP) terbuka lagi, soal pembelian bahan baku hingga harga bisa turun beberapa kali itu. Kita kan tidak tau, jangan-jangan Pemerintah yang subsidi maka harus kita syukuri, dan tidak ada bisnis disitu karena disubsidi tersebut,” ungkapnya.

Emrus berharap polemik soal bisnis dalam tarif PCR jangan menghambat penanganan Covid-19. Bahkan seharusnya berterima kasih jika ada pihak yang membantu mengatasi persoalan yang sedang dihadapi.

“Tidak ada yang sempurna, maka mari kita cari kebenaran lewat keterbukaan Kemenkes dan BPKP soal penetapan tarif PCR ini. Nah kalau ada kesalahan atau kekurangan dalam mengambil kebijakan yah dimaafkan, kalau memang harga itu Rp 275 karena disubsidi oleh Pemerintah atau bantuan konglomerat maka harus kita berterima kasih,” pungkas Emrus.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmidzi menegaskan pemerintah secara berkala melakukan evaluasi tarif Swab RT-PCR.

Hal ini dilakukan untuk memastikan masyarakat mendapatkan pemeriksaan sesuai dengan harga yang seharusnya dibayarkan.

“Saya tegaskan sekali lagi, dalam menentukan harga RT- PCR, Kementerian Kesehatan (Dirjen Yankes) tidak berdiri sendiri, tapi dilakukan bersama dengan BPKP. Proses evaluasi harga ini tentunya dilakukan untuk menutup masuknya kepentingan bisnis dan menjamin kepastian harga bagi masyarakat,” kata Nadia dalam siaran persnya, Minggu (7/11/2021)

Nadia menerangkan, Kemenkes dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) sudah mengevaluasi tarif tes RT-PCR sebanyak tiga kali. Pertama, pada 5 Oktober 2020, ditetapkan pemeriksaan RT-PCR Rp 900 ribu.

“Kami secara berkala bersama BPKP melakukan evaluasi terhadap tarif pemeriksaan, menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Proses evaluasi merupakan standar yang kami lakukan dalam penentuan harga suatu produk maupun layanan, untuk menjamin kepastian harga bagi masyarakat.” tegas dr Nadia.

Evaluasi terhadap tarif pemeriksaan RT-PCR oleh Kementerian Kesehatan bersama BPKP sudah dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama pada tanggal 5 Oktober 2020 ditetapkan pemeriksaan RT PCR Rp. 900 ribu. Kedua, pada tanggal 16 Agustus 2021 ditetapkan pemeriksaan RT PCR RP. 495 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali serta Rp. 525 ribu untuk diluar pulau Jawa dan Bali.

Terakhir pada tanggal 27 Oktober ditetapkan Rp. 275 ribu untuk pulau Jawa dan Bali dan Rp 300 ribu untuk diluar pulau Jawa dan Bali.

“Saya tegaskan sekali lagi, dalam menentukan harga RT- PCR, Kementerian Kesehatan (Dirjen Yankes) tidak berdiri sendiri, namun dilakukan bersama dengan BPKP. Proses evaluasi harga ini tentunya dilakukan untuk menutup masuknya kepentingan bisnis dan menjamin kepastian harga bagi masyarakat” tegasnya.

Perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR, terdiri dari komponen – komponen jasa pelayanan/SDM, komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, Overhead, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. (***)

Komentar