DPR Nyatakan Terbuka UU Pesantren Direvisi

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mengatakan, terbuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Demikian dikatakan Yandri usai memimpin pertemuan Komisi VIII DPR RI dengan para kiai di Pondok Pesantren atau Ponpes Amanatul Ummah, Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (22/1/2022).

Dikatakannya, kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Kabupaten Mojokerto, ingin memastikan bahwa pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren sudah berjalan benar dan tepat sasaran. Komisi VIII DPR RI membuka diri untuk menerima saran dan masukan bilamana undang-undang ini direvisi.

“Kami banyak dialog dengan para kiai, dari sisi pembiayaan dari sisi sarana dan prasarana pesantren, termasuk Majelis Masyayikh. Memang ada pro dan kontra (terkait UU Pondok Pesantren). Nanti akan kita ramu ini semua di Komisi VIII DPR RI, termasuk akan kita sampaikan kepada pihak pemerintah yaitu Kementerian Agama, bahwa terbuka Undang-Undang Pesantren direvisi,” kata Yandri.

Politikus PAN itu menjelaskan, revisi UU Pesantren diperlukan untuk menuju penyempurnaan, karena undang-undang ini baru berjalan sekitar tiga tahun, tentu banyak kelemahan karena ini buatan manusia.

Jika nanti UU Pesantren ada revisi, lanjut Yandri, pihaknya ingin mendengarkan betul kemauan Ponpes. Apalagi Ponpes terbagi tiga, yaitu Ponpes modern, ponpes salafi dan Ponpes perpaduan modern dan salafi.

“Semua (keinginan) Ponpes harus terakomodir, jangan sampai pondok pesantren atau undang-undang itu sendiri mendegradasi, memojokkan atau merendahkan salah satu pondok pesantren, itu tidak boleh dilakukan. Dan yang paling penting dari semua bingkaian undang-undang ini tidak boleh ada intervensi pemerintah kepada pondok pesantren,” tegas Yandri.

Terkait Majelis Masyayikh, Yandri menjelaskan, amanat UU Pesantren menyebutkan dibentuknya lembaga Majelis Masyayikh untuk menjaga mutu dari salah satu fungsi pendidikan Ponpes. Dari sembilan anggota Masyayikh, ada pihak yang belum terwakili. Oleh karena itu, jika memang ini menjadi tuntutan para kiai dan Ponpes untuk dievaluasi menuju perbaikan, menurut Yandri perlu ada revisi UU Pesantren.

“Dari sembilan anggota Masyayikh ada pihak yang belum merasa terwakili, memang ada pro dan kontra, Masjlis Masyayikh ini mimpinya seperti BAN PT di perguruan tinggi, berfungsi mengawal kurikulum, mutu pendidikan agar terarah dan berkualitas, agar pondok pesantren tidak terpinggirkan terus maka inilah fungsi Majelis Masyayikh mengawal mutu dari kurikulum itu sendiri,” imbuhnya.[liputan.co.id]

Komentar