LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Wacana memperpanjang jabatan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin kembali muncul ketika Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengklaim bahwa para pelaku usaha di Indonesia berkeinginan agar Pemilu 2024 dimundurkan.
Sebab dengan dimundurkannya Pemilu menurut Bahlil, bisa menjadi langkah yang lebih baik bagi Indonesia, karena situasi dunia usaha mulai kembali bangkit setelah terpuruk akibat pandemi COVID-19 dalam dua tahun terakhir.
Pendapat Bahlil itu menuai penolakan dari berbagai kalangan, salah satunya Wakil Ketua DPD RI Mahyudin. Menurutnya, untuk melakukan perpanjangan masa jabatan presiden, tidaklah mudah dan sederhana. Mengingat landasan hukum di dalam konstitusi telah mengatur masa jabatan presiden hanya lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya satu kali masa jabatan.
“Untuk perpanjangan masa jabatan presiden, menurut saya tidak ada landasan hukumnya, karena di dalam konstitusi sudah diatur masa jabatan presiden hanya lima tahun. Pasal 7 UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan,” kata Mahyudin, dalam riisnya, Senin (17/1/2022).
Perpanjangan masa jabatan presiden lanjutnya, juga akan bertentangan dengan mandat yang diberikan rakyat kepada Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf Amin, pada pemilu presiden (Pilpres) 2019, yang hanya selama lima tahun memerintah.
“Rakyat memilih pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin untuk jangka waktu lima tahun. Perpanjangan masa jabatan presiden akan bertentangan dengan mandat yang diberikan rakyat kepada pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin pada pemilu 2019, yang hanya memberikan waktu memerintah selama lima tahun, hingga tahun 2024,” tegasnya.
Jalan yang bisa ditempuh untuk perpanjangan masa jabatan presiden kata Mahyudin, salah satunya harus melalui amandemen UUD NRI 1945, namun menurutnya hasil amandemen itu tidak serta merta bisa diberlakukan untuk memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden saat ini.
“Jika kita mengamandemen UUD NRI 1945, dengan mengubah lama masa jabatan presiden, maka itu tidak bisa di berlakukan untuk masa jabatan sekarang, tapi untuk masa jabatan presiden dan wakil presiden hasil Pilpres yang akan datang,” pungkasnya.[liputan.co.id]
Komentar