Harga Kedelai Naik, Sultan Minta Pemerintah Beri Insentif Fiskal UMK Pengolah Tempe-Tahu

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Pengrajin tahu dan tempe di Pulau Jawa kompak akan mogok produksi selama tiga hari dari 21 hingga 23 Februari 2022 nanti.

Mogok produksi dilakukan mereka sebagai bentuk aksi protes terhadap naiknya harga kedelai yang mencapai Rp11.000 per kilogram.

Menyikapinya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Sultan Bachtiar Najamudin meminta pemerintah untuk segera melakukan langkah-langkah persuasif sebagai upaya pencegahan terjadinya kekosongan suplay tempe dan tahu di pasaran.

“Pengusaha pengolahan tempe dan tahu adalah kelompok usaha mikro dan kecil yang sangat rentan jika terjadi kenaikan harga bahan baku. Mereka harus dilindungi dan diapresiasi dengan insentif fiskal jika pemerintah tidak bisa memberikan pilihan bahan baku yang lebih murah,” kata Sultan, dalam rilisnya, Sabtu (19/2/2022).

Mantan Ketua HIPMI Bengkulu itu menjelaskan, tempe dan tahu adalah bahan pangan andalan masyarakat yang signifikan memengaruhi inflasi. Menurutnya, para pelaku UMK itu hanya membutuhkan keberpihakan atas ketidakadilan kebijakan ekonomi nasional.

“Dengan memberikan keringanan pajak dan kemudahan akses modal tanpa bunga, saya kira akan sangat membantu para pelaku IMK pengolahan tempe dan tahu dalam menjaga keberlangsungan produksi dan memastikan suplay di pasaran,” sarannya.

Ditegaskan Sultan, fenomena kenaikan harga kedelai ini melengkapi anomali harga bahan pangan yang terjadi saat ini, menyusul kenaikan harga minyak goreng dan lain-lain. Publik, tentu berhak untuk menyatakan sikap protesnya terhadap kinerja pemerintah.

Dikatakannya, DPD RI sejak awal telah mewanti-wanti pemerintah untuk memperkuat sistem ketahanan dan kemandirian pangan nasional. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor akan sangat rentan terhadap suplay dan harga di pasaran.

“Menurut beberapa sumber, pada tahun lalu kedelai yang dihasilkan dari dalam negeri mencapai 613,3 ribu ton, turun 3,01 persen dari tahun lalu yang mencapai 632,3 ribu ton. Produksi kedelai Indonesia diperkirakan kembali turun 3,05 persen menjadi 594,6 ribu ton pada 2022,” ungkapnya.

Sementara data dari Kementerian Pertanian (2018) menunjukan adanya tren peningkatan konsumsi kedelai per kapita per tahun, yaitu pada tahun 2017 di angka 8,776 Kg per kapita per tahun menjadi 8,857 Kg per kapita per tahun di pada 2018.

“Dengan peningkatan kebutuhan kedelai sebagai bahan baku langsung produk pangan maupun bahan baku berbagai produk pangan ikutan, maka ketergantungan pada kedelai semakin membesar,” ujarnya.

Hal inilah lanjut Sultan, yang menyebabkan perkiraan impor kedelai sepanjang 2021 totalnya sebesar 2,6 juta ton. Karena Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 20 persennya bahkan lebih rendah lagi.

Oleh karena itu, mantan Ketua HIPMI Bengkulu itu mendorong pemerintah untuk melakukan revitalisasi pengembangan produksi tanaman palawija, khususnya kedelai melalui serangkaian aksi ekstensifikasi dan intensikasi dalam rangka meningkatkan produktivitas kedelai baik dengan program upaya khusus maupun strategi produksi lainnya.[liputan.co.id]

Komentar