Demokrat Ingatkan RUU KIA Jangan Reduksi UU Eksisting

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Fraksi Partai Demokrat DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) untuk menjadi usul inisatif DPR RI dan dapat dibahas di tingkat selanjutnya.

Namun Fraksi Demokrat meminta agar dilakukan kajian dan pemahaman apa yang dapat diwujudkan dalam RUU KIA, sehingga jangan sampai UU yang eksisting direduksi oleh RUU yang baru.

Sikap Fraksi Demokrat yang dibacakan oleh Anggota DPR RI Nur’aeni pada Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022), berpandangan bahwa RUU KIA harus sinkron, terintegrasi dan jangan sampai tumpang tindih dengan UU eksisting.

UU dimaksud antara lain UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Selain itu, Demokrat juga meminta RUU KIA harus menjamin terwujudnya rasa aman, tenteram, dan harapan kualitas hidup ibu dan anak yang lebih baik melalui upaya penghormatan, pemajuan, pelindungan, dan pemenuhan hak bagi ibu dan anak, serta dapat melindungi dari segala tindak kekerasan dan penelantaran yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

“Fraksi Demokrat menilai RUU KIA perlu mengakomodir perihal pentingnya menjaga dan meningkatkan kualitas kesejahteraan bagi ibu dan anak yang dapat dilakukan melalui beberapa aspek, baik fisik, psikis, maupun sosial,” ujar Nur’aeni.

Diingatkannya, para pemangku kepentingan di dalam RUU KIA seyogyanya menyadari dan lebih memberikan perhatian pada persoalan pentingnya kesejahteraan ibu dan anak untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak yang terarah, terpadu dan berkelanjutan.

“Demokrat memahami pentingnya sebuah regulasi yang mengatur secara jelas tentang kesejahteraan ibu dan anak, namun RUU KIA memiliki keterkaitan erat dengan UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,” ungkapnya.

Produk hukum tersebut menjamin terwujudnya kesejahteraan anak melalui terpenuhinya kebutuhan pokok anak yang meliputi hak atas kesejahteraan, pelayanan, perlindungan dan pemeliharaan.

“Juga upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara yang meliputi rehabilitas sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial,” imbuhnya.

Komentar