JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal VOC dan kompeni usai adanya ekspor paksa setelah gugatan dari Uni Eropa ke Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel yang diterapkan pemerintah sejak 2020.
Meski ditekan Uni Eropa, Presiden Jokowi berkomitmen untuk terus menggenjot hilirisasi nikel dan sejumlah Sumber Daya Alam (SDA) lainnya agar dimanfaatkan bagi kemakmuran masyarakat dan menjadikan Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan adannya hilirisasi berbagai sumber alam dan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, bisa menjadi salah satu pendorong Indonesia menjadi market leader atau pemimpin pasar dunia produk hilirisasi.
“Maju atau enggaknya negara itu kan tidak hanya dari hilirisasi tapi memang dengan adanya hilirisasi Ini bisa memberikan suatu multiplayer effect atau nilai tambah. Kalau memang bersifat secara masif Indonesia menjadi market leader misalnya atau menjadi negara maju dalam industri nikel misalnya seperti itu,” ujar Mamit, Rabu (7/11/2022).
“Jadi ada benarnya juga dan memang perlu usaha untuk mengarah ke sana, tapi tadi indikator negara maju kan bukan hanya dari hilirisasi tapi bisa jadi dengan hilirisasi berjalan dengan maksimal bukan hanya nikel menghilirisasi yang lain juga dilakukan,” sambungnya.
Lanjut Mamit, untuk menjadi negara maju, Indonesia juga harus mampu mandiri secara energi serta sumber daya alam yang dikelola secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Mandiri juga secara energi dan sumber daya alam bisa jadi kita menjadi negara yang maju yang bisa menjadi market leader misalnya di sektor energi storage atau baterai dengan nikel yang kita punya,” ucapnya.
Lebih lanjut Mamit menyampaikan, sudah waktunya Indonesia menghentikan ekspor bahan mentah dan mendukung penuh hilirisasi karena terbukti memberikan multiplayer efek, membuka lapangan pekerjaan, memberikan nilai tambah serta mengkatrol penerimaan negara secara signifikan.
“Makanya saya katakan mendukung hilirisasi terhadap mineral yang kita punya karena itu kan memberikan multiplayer efeknya yang cukup besar baik bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga membuka lapangan pekerjaan, penerimaan negara pun pasti bertambah meningkat cukup signifikan dari terjadi peningkatan cukup signifikan,” paparnya.
Selain itu, Mamit meminta negara Eropa yang menggugat Indonesia tidak hanya menikmati bahan mentah, namun juga menanamkan investasinya, mendorong produk dari hilirisasi menjadi barang yang sepenuhnya jadi di tanah air.
“Makanya saya katakan kalau kalian (Uni Eropa) mau nikel, investasi di Indonesia dong jangan mau mentahnya saja, investasi bangun hilirisasi bahkan dengan kemampuan mereka mereka bisa bangun end to end, dalam artian saat ini kan hilirisasi cuma sampai di seperempat jadi tapi produk jadi,” jelasnya.
“Misalnya dengan baterai atau kendaraan listrik, jadi multiplayer efeknya jauh lebih besar dan masyarakat kita juga bisa menikmati produk dalam negeri. Jadi ini harus dipersiapkan oleh pemerintah kemudahan kemudahan berinvestasi dalam rangka pengembangan program hilirisasi menjadi end to end,” tuntas Mamit. (***)
Komentar