LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bahtiar Najamudin meminta pemerintah tidak mengikuti kebijakan pemerintah Kerajaan Malaysia yang mengancam penghentian ekspor Crude Palm Oil (CPO) ke Uni Eropa.
Permintaan itu disampaikan Sutan untuk menjaga harga tandan buah segar sawit tidak turun dan merugikan para petani. Di sisi lain, kebijakan tersebut akan dimanfaatkan oleh negara produsen CPO potensial lainnya seperti India untuk mengambil pasar Eropa.
“Saya kira pemerintah tidak perlu memutus dagang yang justru merugikan posisi Indonesia sebagai produsen sawit dan CPO nomor satu di dunia. Kecuali jika kita sudah mendapatkan pasar ekspor potensial di kawasan lainnya di dunia,” ujar Sultan, Minggu (15/1/2023).
Meski CPO banyak digunakan oleh konsumen untuk bermacam kebutuhan, lanjutnya, tapi peran CPO masih bisa disubstitusi oleh minyak nabati lainnya yang bersumber dari tanaman selain sawit. Sehingga untuk menjaga reputasi CPO sebagai minyak nabati terpopuler saat ini dengan menerima standar produksi yang disyaratkan oleh Eropa.
“UU baru Eropa itu justru bagus bagi pemerintah untuk menunjukkan komitmen dan tanggung jawab terhadap perlindungan lingkungan hutan. Dengan demikian aksi ekstensifikasi korporasi sawit bisa dikontrol dan perkebunan sawit milik rakyat dapat dihargai khusus oleh Eropa,” tegasnya.
Di sisi lain, kata Sultan, perkebunan kelapa sawit milik rakyat dia nilai mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Eropa. Pemerintah diharapkan mampu memanfaatkan kesempatan tersebut dengan membatasi ekspor CPO Ke Eropa dan meningkatkan porsi penggunaan CPO dalam kebijakan B40.
“Hingga tahun 2020, lahan perkebunan sawit kurang lebih sekitar 2,90 juta hektar yang berada dalam kawasan hutan tetapi tanpa izin bidang kehutanan, dan belum teridentifikasi subjek hukumnya. Sementara total luas lahan sawit 16,38 juta hektar, dan luas lahan sawit rakyat mencapai 6,94 juta hektar,” ungkapnya.
Artinya, kata Sultan, hanya sekitar 17 hingga 20 persen lahan sawit Indonesia yang berpotensi tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Eropa.
Diketahui, Malaysia pada Kamis (12/1/2023) mengancam akan menghentikan ekspor CPO ke Uni Eropa (UE) sebagai bentuk protes diskriminasi kawasan tersebut terhadap komoditas CPO.
Undang-Undang Uni Eropa yang baru akan mengatur pembelian/penjualan CPO secara ketat sebagai upaya untuk melindungi hutan.
Selama ini, Indonesia dan Malaysia memasok 85 persen CPO di dunia. Kebijakan kedua negara tersebut di sektor CPO akan sangat menentukan harga CPO di pasar global.
Komentar