LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Relokasi Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, ke kawasan lahan milik PT Pelindo 2 di Pelabuhan anjung Priok butuh waktu lama dan biaya yang sangat banyak.
Karena itu, anggota Komisi VII DPR RI, Syaikhul Islam, menyatakan tidak setuju terhadap rencana Kementerian BUMN memindahkan Depo Pertamina Plumpang.
“Relokasi Depo Pertamina Plumpang tidak realistis, karena butuh waktu lama dan biaya yang besar bahkan terkesan lebih kental nuansa politiknya,” kata Syaikul, Kamis (9/3/2023).
Politikus PKB itu berharap Pemerintah mengambil langkah yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan Depo Pertamina Plumpang, salah satunya dengan terus meningkatkan pengelolaan manajemen resiko di internal Pertamina.
Syaikhul menilai, pemindahan Depo tidak menjamin tidak terulangnya insiden serupa, apabila Pertamina tidak meningkatkan standard operational procedure dalam manajemen risiko di setiap proses maupun tahapan kerja.
Kebakaran yang menewaskan belasan orang meninggal dunia dan puluhan orang luka-luka yang tinggal berbatasan langsung dengan Depo Pertamina Plumpang ini meyisakan banyak misteri. Pasalnya musibah ini adalah kali pertama sejak beroperasinya Depo Pertamina Plumpang pada tahun 1974.
Menurut Syaikhul, harusnya Pertamina belajar dari kecelakaan kerja yang terjadi sebelumnya. Sebagai contoh, ledakan kilang yang terjadi di RU VI Pertamina Balongan pada 29 Maret 2021 lalu yang menewaskan 4 orang warga yang sedang melintas, karena minimnya zona penyangga dan berbatasan langsung dengan jalan umum.
“Saat ini, membuat zona penyangga (buffer zone) di lokasi Depo Pertamina Plumpang merupakan opsi yang paling kongkret yang bisa dilakukan dan juga membebaskan lahan masyarakat sampai jarak aman,” pungkasnya.
Senada dengan Syaikhul, pakar energi, Yusri Usman pun menilai pemindahan Depo Pertamina Plumpang itu disefisiensi. Menurut analisanya, rencana tersebut akan memakan biaya sampai USD300 juta atau setara dengan Rp4,5 triliun.
Komentar