LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan, dalam setiap kontestasi politik ada dua hal yang harus dilakukan.
Pertama menurut Herman, mengangkat citra dan kedua menurunkan citra yang akan melemahkan elektabilitas pesaing. Salah satu caranya melalui penyebaran hoaks.
“Harusnya untuk setiap kontestasi dilarang menggunakan cara-cara yang tidak baik seperti hoaks,” kata Herman, dalam Dialektika Demokrasi bertajuk “Bersama Mencegah Hoaks dan Kampanye Hitam Jelang Pilpres 2024”, di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Untuk itu, menurut Herman, harus ada institusi penegakan hukum yang bersikap adil. Sejauh penegak hukum tidak berlaku adil, maka hal yang tidak baik terjadi terus.
“Kalau hukum ditegakan secara adil, maka pelaku hoaks akan berkurang,” tegasnya.
Di samping penegakan hukum, juga harus dilakukan sosialisasi tentang bahaya dan akibat penyebaran hoaks.
Lebih lanjut, anggota Komisi VI DPR RI itu mengingatkan di Pemilu Presiden atau Pilpres hoaksnya sangat tinggi. Beda dengan Pemilu Legislatif karena pertarungannya cuma di daerah pemilihan dan internal partai politik.
“Karena tingginya hoaks dalam sebuah kontestasi politik di Indonesia, maka diperlukan juga fakta integritas yang ditandatangani oleh semua peserta kontestasi. Sepanjang fakta integritas tidak ada, maka kontestasi selalu dimenangi oleh yang banyak modal.
Selain itu, Herman menilai lembaga survei jika bermain politik justru lebih membahayakan di banding hoaks.
“Sesuatu yang seolah-olah atau seakan-akan menjadi fakta dalam sebuah hasil survei, itu lebih membahayakan di banding berita hoaks,” tegasnya.
Sebab kata Herman, hasil survei itu oleh publik dipahami sebagai sebuah proses yang akademik.
“Padahal survei politik itu pesanan. Seolah-olah hasilnya sudah dengan benar dan disiarkan secara terstruktur, sistematis dan massif sehingga menjadi sebuah kebenaran,” pungkasnya.
Komentar