WALHI Harap Hak Asasi Manusia Jadi Perhatian di RUU KSDAHE

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta –  Manager Kajian Hukum dan Kebijakan WALHI, Satrio Manggala menilai Revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAHE) yang akan segera disahkan masih memiliki beberapa catatan.

“Sehingga, kami merumuskan masukkan untuk Komisi IV DPR RI yang membahas RUU ini, untuk melakukan perbaikan,” kata Manager Kajian Hukum dan Kebijakan WALHI, Satrio Manggala di Ruang PPID Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6).

Hal itu disampaikannya dalam diskusi Forum Legislasi bertema RUU KSDAHE Segera Disahkan, Upaya DPR Dalam Mencegah Kepunahan Flora dan Fauna Langka di Indonesia.

Menurutnya, UU Nomor 5 Tahun 1990 udah cukup lama dan menggunakan paradigma konservasi yang cukup buruk.

“Ada delapan catatan poin krusial di dalam RUU yang telah dibahas di pembahasan tingkat pertama yang diabaikan dalam konsep perumusannya. Yang pertama yaitu soal konservasi berbasis hak asasi manusia (HAM) yang banyak diabaikan,” ujarnya.

Dimana sejauh ini implementasi dari UU itu menimbulkan banyak konflik. Terutama konflik terhadap masyarakat adat maupun komunitas lokal yang melakukan konservasi yang belum diakui.

“Yang kedua ada beberapa catatan ambigu dalam perumusan konsep RUU. Terutama soal batasan konservasi,” ungkapnya.

Yang ketiga adalah soal penyesuaian ketentuan pidana dalam air. Sebagaimana diketahui, dalam praktek 34 tahun ini banyak sekali orang diskriminalisasi.

“Baik itu dipenjara akibat hidup atau bergantung dari sumber kehidupan di wilayah-wilayah yang secara sepihak ditetapkan sebagai wilayah konservasi. Padahal mereka jauh sudah ada terlebih dahulu sebelum bangsa ini merdeka,” tegasnya.

Adapun yang keempat adalah soal ada beberapa norma penting yang luput dirumuskan. Termasuk salah satunya adalah tumbuhan dan satwa liar dan sumber daya genetik.

“Selanjutnya adalah lebih kepada proses partisipasi yang bermakna. Dimana dalam pembahasannya seharusnya melibatkan stakeholder terkait, misalnya masyarakat adat dan komunitas lokal untuk dilibatkan dalam perencanaan pembahasan setiap perumusan dari peraturan perundang-undangan ini,” tambahnya.

Karena bisa jadi pengesahan RUU ini berdampak dan merugikan bagi masyarakat adat dan komunitas lokal. Yang mana selama ini mereka berperan dalam melakukan upaya konservasi dan juga melakukan upaya-upaya penjagaan alam.

Adapun praktisi media Ariawan mengatakan, RUU KSDAHE sudah sampai di tahap pertama dan kemudian tinggal tunggu akan dibawa ke Paripurna. Dimana RUU tersebut menjadi pekerjaan rumah bersama.


Sebab, harapannya adalah UU baru dan bukan revisi. Akan tetapi yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan DPR adalah merevisi UU tersebut.

“Diharapkan RUU KSDAHE dapat digunakan menjaga ekosistem dan juga sumber daya alam. Yang tadi menjadi persoalan adalah bagaimana paradigma terkait dengan HAM itu tetap harus dilindungi,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, dia berharap semua produk UU yang dikeluarkan oleh DPR baik itu inisiatif dari DPR maupun inisiatif pemerintah maupun dari keduanya, memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat. Apalagi terkait dengan sumber daya alam dan ekosistem yang berada di sekitar.

“Terutama tentu menjaga dan memastikan karena produk hukum tentu memberikan kepastian. Harapannya, UU KSDAHE ini memberikan kepastian hukum kepada semua pihak untuk menjaga sama-sama, menjaga sumber daya alam dan ekosistemnya,” tukas Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen itu. (***)

Komentar