LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Ketua Badan Akuntabilitas Publik atau BAP DPD RI Tamsil Linrung menyesalkan lamanya penyelesaian masalah eks pengungsi konflik sosial di Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara pada tahun 1999 silam.
Karena sudah lebih dari 24 tahun (1999-2024), anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan membandingkannya dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) bisa dilakukan dengan cepat.
“Kehati-hatian memang perlu, namun kita perlu rentang waktu penyelesaian eks pengungsi ini kapan? IKN saja bisa cepat, mengapa persoalan ini tidak bisa cepat (diselesaikan) seperti IKN,” kata Tamsil Linrung saat Rapat Dengar Pendapat di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (21/8/24).
Tamsil menjelaskan rapat ini merupakan tindaklanjut dari aduan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kepulauan Buton (Kepton) atas permasalahan eks pengungsi konflik sosial di Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara pada tahun 1999 silam. Untuk itu, BAP DPD RI mengundang Kementerian Sosial agar bisa mendapatkan penjelasan secara detail dan komprehensif.
“Kegiatan rapat ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi dan data yang komprehensif serta solusi yang konkret terkait permasalahan yang dihadapi oleh pengadu serta mendorong sinergi yang kuat antara DPD RI bersama Kementerian Sosial dalam upaya penyelesaian eks pengungsi korban kerusuhan di Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara,” kata Tamsil.
Wakil Ketua BAP DPD RI Bambang Santoso menambahkan persoalan eks pengungsi ini terus menggelinding tidak jelas arahnya.
Menurutnya, hal ini disebabkan karena birokrasi yang berbelit-belit, sehingga persoalan ini tidak kunjung selesai.
“Birokrasi kita memang berbelit, seharusnya tidak seperti ini. Kalau IKN bisa cepat, mengapa persoalan ini tidak bisa. Padahal persoalan ini menyangkut nasib orang banyak,” tuturnya.
Sedangkan Anggota DPD RI asal Provinsi Lampung Abdul Hakim menilai ada keraguan atas eks pengungsi ini. Dia mengherankan, meski sudah ada putusan pengadilan, pembentukan Tim Panel, dan ganti rugi sudah disiapkan, tetapi sampai saat ini tidak kunjung terselesaikan.
“Memang azas kehatian-hatian perlu, namun sampai kapan? Padahal uang ada, tim sudah dibentuk. Kenapa bisa lama? Pengadilan juga pasti memutuskan berdasarkan data,” paparnya.
Dalam rapat tersebut, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial Mira Riyati Kurniasih menjelaskan, berdasarkan amar putusan PK di PN Jakarta Pusat memang memutuskan ganti rugi. Namun pihaknya menindaklanjuti putusan tersebut dengan prinsip kehati-hatian.
“Kami menindaklanjuti putusan tersebut sesuai tahapan-tahapannya, dan kehati-hatian,” ujarnya.
Terkait data, lanjutnya, Tim Panel juga belum mendapatkan ‘by name and by address’ untuk dilakukan validasi. “Kita tidak punya data by name by address. Jika sudah ada kami baru bisa melakukan validasi,” pungkasnya.
Komentar