LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mencatat sejumlah pesan Ketua DPR RI Puan Maharani kepada anggota DPR RI periode tahun 2024-2029.
Pesan tersebut menurut Mardani antara lain, cepat bertindak merespon urusan rakyat, dekat dan berpihak pada rakyat. Memiliki ketajaman substansi dan memiliki kehormatan, sesuai kedudukannya sebagai Wakil Rakyat.
“Sebagai anggota DPR yang baik saya ikut Ibu Ketua,” kata Mardani dalam acara Dialektika Demokrasi, bertajuk “HUT Ke-79 DPR RI: Legacy dan Harapan Wakil Rakyat,” di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Politikus PKS itu menyetir sindiran Puan Maharani terhadap aspek penegakkan hukum akhir-akhir ini yaitu “no viral no justice”.
“Harusnya justice itu ditegakkan secara institusional bukan viral atau tidak viralnya. Tetapi karena pembangunan institusi kita tidak berjalan dengan baik, jadinya harus viral dulu. Viral itu artinya kan suara rakyat membuat tekanan,” kata Mardani.
Padahal, lanjutnya, dalam beberapa hal suara rakyat boleh jadi bisa miss leading atau bisa diarahkan. “Karena itu, poin satu tentang warisan kita dan harapan ke depan buat saya betul-betul DPR harus punya ke peminatan, dan kepemilikan itu maknanya no one left behind. Kalau bahasa sederhananya kalau kita naik gunung tiga orang, turun cuma dua, satu dicuekin, apa bagaimana tidak ratusan orang digunakan untuk mendapatkan yang satu ini,” ujarnya.
Terkait harus dekatnya DPR dengan rakyat, Mardani mengutip kalimat Abu Bakar As Siddiq, ketika dia akan jadi Khalifah. “Orang yang kuat di antara kalian akan jadi orang yang lemah di sisiku tapi orang yang lemah di antara kalian akan menjadi orang yang paling kuat,” tegasnya.
Artinya, kata Mardani, perhatian yang bagus sekali harus memihak kepada rakyat dan rakyat. “Untuk autokritiknya undang-undang yang diprioritaskan kenapa yang pro elite seperti Undang-Undang IKN, Undang-Undang Pertambangan, Undang-Undang Jalan Toll. Sedangkan Undang-Undang Masyarakat Adat, capek ngomong saja,” ujarnya.
Autokritik lainnya terkait dengan tingginya biaya politik sehingga melahirkan oligarki sebagai akibat politik harus ada pihak lain yang membiayai.
“Akhirnya ada interlocking saling menguncinya. Pilkada saling mengunci gitu kan. Ujungnya infolutif, akhirnya muter di tempat, tidak kepada rakyat,” kata Mardani.
Kalau saling kunci ini tidak dibongkar, Mardani menegaskan Indonesia makin tenggelam dalam middle income country karena institusi-institusi negara tidak berjalan dengan baik.
Di bagian lain, Mardani juga menyinggung perihal pentingnya ketajaman substansi ketimbang populis yang saat ini menjadi trend. “Ketajaman yang dimiliki DPR tidak teknotis, tidak ideologis,” pungkasnya.
Komentar