LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Badan Akuntabilitas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atau BAP DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), di ruang rapat Majapahit, Lantai III, Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Raker digelar untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dengan konflik agraria yang terjadi di beberapa daerah.
Ketua dan Wakil Ketua BAP DPD RI yaitu Tamsil Linrung dan Bambang Santoso pada rapat tersebut menjelaskan, RDP ini bertujuan untuk mencarikan solusi yang komprehensif yang akan dirumuskan menjadi sebuah kebijakan dalam penyelesaian permasalahan pertanahan/agraria di Tanah Air.
“BAP DPD RI berharap dapat membuat rumusan dan kebijakan sebagai rekomendasi DPD RI yang akan disahkan pada Sidang Paripurna DPD RI nanti,” kata Bambang, saat memimpin rapat didampingi Tamsil.
Sedangkan Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Iljas Tedjo Prijono, menyatakan telah mendindaklanjuti sejumlah persoalan agraria.
Salah satunya, menurut Iljas Tedjo Prijono, permasalahan tanah program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL di Banjar Kauman, Desa Adat Pangastulan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
“Saat ini Kantor wilayah BPN Provinsi Bali dalam tahapan pengumpulan dokumen alas hak yang dijadikan sebagai dasar permohonan pendaftaran dan data tambahan lainnya terkait konflik agraria program PTSL di Banjar Kauman, Desa Adat Pangastulan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali yang akan dilanjutkan dengan tahapan Rapat Koordinasi,” jelasnya.
Dikatakan Iljas, permasalahan keberatan desa adat Pangastulan terhadap pensertifikatan tanah warga Banjar Kauman menjadi hak milik perorangan lewat PTSL. Prinsipnya masyarakat Desa Adat Pangestulan mendukung program PTSL dan menjamin semua warga yang ada di wilayah Desa Adat Pengastulan beraktifitas turun-temurun dan menjalankan keyakinan, sepanjang tidak menjadikan tanah yang diklaim sebagai wilayah Desa Adat Pengestulan menjadi hak milik perorangan yang akan mudah berpindah tangan ke pihak lain.
“Desa Adat Pangastulan menganggap tidak seharusnya warga Banjar Kauman memohon tanah yang sudah ditempati turun-temurun menjadi tanah hak milik perseorangan, tapi tetap menjadi tanah adat Desa Pangastulan dengan tetap diberikan hak untuk tinggal secara turun-temurun beraktifitas seperti halnya dengan warga Desa Adat Pangastulan lainnya,” ungkap Iljas.
Komentar