LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Komite III DPD RI melakukan finalisasi terhadap hasil pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas.
Menurut Wakil Ketua Komite III DPD RI Abdul Hakim, salah satu bahasan dalam finalisasi itu adalah penerapan Sistem Zonasi dalam penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Dalam rapat, Abdul Hakim mengatakan, pelaksanaan UU Sistem Pendidikan Nasional hendaknya mampu mewujudkan generasi emas Indonesia. Karena itu, pemerintah harus mewujudkan mandatory spending sebesar 20 persen yang dikhususkan untuk anggaran pendidikan.
Selain itu, pemerintah perlu menyelesaikan permasalahan tidak meratanya infrastruktur pendidikan di seluruh daerah, terutama di daerah 3T.
“Prinsipnya anak-anak harus mendapatkan kesempatan belajar di sekolah mana pun tanpa hambatan apa pun. Sehingga pemerataan dan kecukupan sarana dan prasarana serta peningkatan kualitas di seluruh level harus menjadi perhatian pemerintah,” kata Abdul Hakim, di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Sedangkan Tenaga Ahli Komite III DPD RI Andri Kusmayadi mengungkap beberapa temuan dalam pelaksanaan PPDB. Pertama, soal presentase komposisi jalur penerimaan. Andri menilai, pengaturan persentase dalam PPDB yang mencakup sistem zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, serta jalur prestasi yang masih belum seimbang.
Selain itu, juga ditemukan komposisi jalur penerimaan, di mana persentase ketersediaan sekolah baik negeri atau pun swasta, dinilai masih kurang untuk menampung jumlah calon siswa.
“Konsep zonasi akan ideal jika jumlah sekolah dasar hingga menengah atas tidak terlalu jauh perbedaannya,” jelas Andri.
Andri melanjutkan, banyak daerah yang tidak tersedia sekolah di wilayahnya, terutama di daerah 3T. “Di daerah 3T akses terhadap sekolah sangat terbatas apalagi sekolah berkualitas, dan infrastruktur pendidikan di daerah ini masih sangat tertinggal,” ungkapnya.
Temuan keempat adalah paradigma sekolah unggulan yang dimiliki orang tua calon siswa. Paradigma ini membuat banyak orang tua khawatir anak mereka tidak dapat pendidikan terbaik jika harus mengikuti aturan zonasi.
“Akibatnya banyak orang tua yang memindahkan kartu keluarga mereka ke daerah dengan sekolah unggulan yang diinginkan,” ujarnya.
Andi juga menjelaskan, banyak orang tua dan calon siswa merasa kurang mendapat informasi mengenai pelaksanaan PPDB, mulai dari jadwal, persyaratan, dan prosedur PPDB. Hal ini membuat orang tua dan calon siswa kurang paham mengenai teknis pelaksanaan sistem zonasi dalam PPDB.
Dikatakannya, ada penyalahgunaan kewenangan dan praktik kecurangan PPDB, seperti jual beli kuota dan kuota khusus, pemindahan kartu keluarga agar lebih dekat dengan sekolah yang diinginkan, atau pun melakukan perubahan data rapor agar sesuai dengan persyaratan dalam PPDB.
“Pemerintah harus lebih meningkatkan pengawasan terhadap proses PPDB, baik dari pemerintah, institusi pendidikan, maupun masyarakat,” sarannya.
Komentar