Ratih Sanggarwati Kunjungi Pesantren Darul Aman Gombara, Tempat Anis Matta Menimba Ilmu

LIPUTAN.CO.ID, Makassar – Ketua Bidang Perempuan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Ratih Sanggarwati mengunjungi Pondok Pesantren Darul Aman Gombara Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Sabtu (12/10/2024) malam.

Kunjungan tersebut, selain sebagai bentuk Silaturahim dengan pendiri Pondok Pesantren Darul Aman Gombara Makassar KH. Abd. Djalil Thahir, Ratih Sanggarwati juga ingin melihat langsung Gombara tempat di mana pertama kali Ketua Umum (Ketum) Partai Gelora Anis Matta di didik sebagai santri.

“Alhamdulillah, saya akhirnya bisa melihat langsung Gombara tempat di mana Ketua Umum Partai Gelora Pak Anis Matta pernah dididik selama 6 tahun sebagai santri,” kata Ratih Sanggarwati dalam keterangannya, Senin (14/10/2024).

Menurut Ratih Sanggarwati, ia sebenarnya sudah lama ingin datang ke Pondok Pesantren Darul Aman Gombara, namun baru terlaksana.

“Selama ini saya hanya dengar dari cerita-cerita, dan sekarang saya bersyukur bisa melihat dari dekat pondok pesantren tempat Ketum Partai Gelora saat remaja dulu menimbah ilmu,” katanya.

Di Gombara, Ratih Sanggarwati diterima langsung oleh Pendiri dan Pimpinan Pondok Pesantren Darul Aman KH. Abd. Djalil Thahir dan Khairiyah Abdul Djabbar, serta para pengurus.

Ratih Sanggarwati juga sempat menyampaikan ceramahnya di hadapan ratusan santri perempuan (santriwati) Pondok Pesantren Darul Aman Gombara.

Dalam ceramahnya, Ratih Sanggarwati mengatakan, anak-anak yang bersekolah sebagai santri di pondok pesantren seperti di Pondok Pesantren Darul Aman Gombara ini harus bersyukur.

Sebab, mereka tidak hanya menimbah ilmu pengetahuan, tetapi juga mendapatkan pendidikan akhlak. Selain itu, di pondok pesantren juga diberikan pemahaman situasi geopolitik global, bukan hanya lingkungan sekitarnya saja.

“Jadi jangan berburuk sangka dengan orang tua, kalau orang tuanya menyekolahkan kalian (anak-anak) di sekolahkan di pondok pesantren,” katanya.

Ia menilai meski berada di pondok pesantren dan tidak kontak fisik dengan orang tua, namun jiwa dan hati mereka selalu bersentuhan dengan orang tua, terutama ibu.

“Jadi kita perlu saling mendoakan saja. Kalian anak-anak yang terlindungi, karena tidak berinteraksi dengan masyarakat luas. Tapi akhlak dan budi pekerti tetap harus dijaga,” ujarnya.

Pondok Pesantren Darul Aman Gombara, adalah pondok pesantren yang menerapkan sistem boarding school kekeluargaan.

Yaitu semua peserta didik tinggal di asrama dalam lingkungan pondok, menaati tata tertib dan mengikuti ketentuan kegiatan di bawah pengawasan bimbingan dan kasih sayang para pengasuh pondok.

Tahapan pembinaan, santri dibekali akidah yang benar, selanjutnya pembiasaan bersama Al-Qur’an dan pelajaran-pelajaran kepesantrenan.

Setelah santri membaca, menghafal dan memahami Al-Qur’an, santri akan memiliki rukhiyat yang kuat.

Disamping itu, juga santri dibekali dengan teknologi informasi, kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler tambahan, kepemimpinan dan lain lain.

Di akhir ceramahnya, Ratih Sanggarwati lantas membacakan sebuah puisi berjudul ‘Catwalk Akherat’ yang diciptakan di Mekkah, Arab Saudi pada 2008 lalu.

CATWALK AKHERAT
Di era itu hampir setiap hari kulangkahkan kaki di panggung peragaan

Tujuh stel busana kuperagakan dengan kebanggaan tak terkira

Tujuh arahan gaya sang koreografer kulaksanakan dengan gembira

Tujuh sequen kulakukan bak Ratu bertiara

Saat ini di panggung Sai kudorong dengan penuh semangat kursi roda itu

Tujuh kali kujalani dengan kebanggan atas baktiku kepadanya

Tujuh kali kudorong kursi roda itu dengan berbedak peluh di wajah

Tujuh kali kuberlari kecil antara tanda hijau dengan kaki yang hampir patah

Tujuh kali kulalui dan kudaki bukit Safa dan Marwah

Terasa perih mendengar teriakkan pendorong kursi roda di belakangku

Tapi itu tak seberapa dibandingkan perihnya hidup dan pengorbananmu

Terasa sakit kakiku tertabrak kursi roda di belakangku

Tapi tak terasa sakit dibanding sakitnya kakimu karena perjalanan hidup yang terjal dan berliku

Ibu, kini saatnya kubalas peluhmu, meski tak cukup jua

Ibu, kini kulunasi hutang tenaga, meski tak lunas jua

Ibu layaknya ismail berhutang pada Siti Hajar, kini kubayar usahamu menghidupiku, meski kau tak minta

Meski tak akan pernah terbayar sampai kapanpun jua

Komentar