LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyatakan RUU Pertembakauan ada nuansa kepentingan yang lebih besar. Sebab RUU tersebut tidak aple to aple karena membandingkan turunan tembakau dengan industri farmasi.
Padahal kata politikus Partai NasDem itu, pada sektor farmasi Indonesia hanya sebagai konsumen karena Indonesia tidak punya industri farmasi.
“Bandingkan dengan tembakau yang signifikan menyumbang ke APBN sebesar Rp213 triliun melalui cukai rokok,” kata Willy, saat membuka Forum Legislasi, bertajuk “Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau”, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Bicara tentang kesehatan, Willy Aditya yang tampil sebagai Representasi Smoker Club itu membandingkan tembakau dengan gula. “Mana yang bahaya antara tembakau dengan gula. Pasti bahaya gula kan? Faktanya gula impor selalu saja masuk,” tegasnya.
Oleh karena itu, Willy mengingatkan janganlah melihatnya secara egosektoral. Mari duduk bareng rembukan masalah ini.
“Jangan cuma menekan industri tembakau. Jangan di zaman krisis ini Indonesia berbuat yang aneh. Kita hidup di era deindustriliasasi, lalu ambil kebijakan mengarah kepada penghentian industri tembakau. Tak ada yang lebih oon dari semua kebijakan yang ada,” pungkasnya.
Bisa Kacau APBN
Dalam forum yang sama, anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengaku pernah bertanya kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin perihal Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan atau (RPMK) saat rapat perkenalan dengan jajaran Kemenkes.
“Dalam rapat perkenalan dengan Kemenkes, hanya saya yang pertanyakan soal RPMK ini. Jawaban Menkes, Mas Nurhadi mohon maaf, sebagai Menkes saya harus tegak lurus dengan RPMK ini untuk rakyat lebih sehat,” kata Nurhadi, mengutip pernyataan Menkes.
Namun kata Nurhadi melanjutkan, andai RPMK ini terbit, Menkes menyatakan tentu ditunda pemberlakuannya untuk dibawa ke Presiden terlebih dahulu.
“Kalau pertimbangannya cuma soal kesehatan tanpa pertimbangkan ekonomi, menurut saya itu pintar tapi tidak bijaksana. Sebab potensi cukai sebesar Rp308 triliun akan hilang. Bisa kacau juga APBN,” ujar Nurhadi.
Sedangkan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri menambahkan, Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, banyak dikomplain masyarakat ke Kemnaker.
“Banyak komplain dari masyarakat ke Kemnaker. Komplain yang sama juga diterima oleh Presiden. Betul, tidak ada kebijakan yang sempurna. Kalau PP ini diberlakukan, maka pihak kafe dan restoran yang paling banyak ter-PHK,” ujar Indah Anggoro Putri.
Dijelaskannya, ada 5,9 juta orang bekerja di industri rokok dan 725 ribu orang di sektor pendukungnya. 89 persen dari 5,9 juta pekerja itu adalah wanita. Mayoritas lulusan SD-SMP. Ini bekerja lemah yang tak ada daya melalukan protes.
“Jadi negara perlu hadir untuk mereka. Kalau dibiarkan maka dampak sosial ekonominya sangat banyak. Satu di PHK maka akan terdampak minimal 4 orang terdampak ekonominya,” tegasnya.
Di samping itu lanjut Indah, Indonesia sedang diterpa judi online (Judol) dan pinjaman online (Pinjol). Dampak sosial ekonominya juga akan memberatkan target ekonomi sebesar 8 persen.
Oleh karena itu, kata Indah, dalam waktu dekat Kemnaker akan melakukan serap aspirasi terhadap petani tembakau dan semua pihak yang berkepentingan dengan hasil turunan tembakau.
“Kemenkes juga, kalau akan merumuskan kebijakan yang secara langsung berhubungan dengan ketenagakerjaan, ajak-ajak juga Kemnaker,” imbuhnya.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kesehatan Kemenkes Sundoyo menjelaskan, RPMK merupakan turunan dari UU No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Peraturan Pemerintah dan RPMK ini disusun selalu melakukan public hearing. Tapi kondisinya memang internal pemerintah belum dalam satu pandangan,” ungkap Sundoyo.
Kemenkes menurutnya, melihat ada dua sisi yang akan berhadap-hadapan yakni ekonomi dan kesehatan. Ini harus dicarikan titik temu. “Ketika titik temu tidak ada, tentu akan dibawa ke level menteri koordinator,” ujarnya.
NU Tak Mungkin Haramkan Rokok
Sementara Samidi Husna dari Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) mengatakan para wali santri mayoritas bekerja sebagai petani tembakau.
“Makanya kami ikut bicara. Kenapa P3M keras di RUU Kesehatan, itu karena hasil risetnya sudah diarahkan,” tegasnya.
Selain itu, Samidi juga menyinggung soal fatwa yang sudah diorder untuk mengharamkan rokok. Tapi MUI cuma mengharamkan untuk anak-anak dan wanita hamil. “Kalau NU tidak mungkin mengharamkan rokok,” tegasnya.
Bahkan, kata Samidi, NU tegas menolak UU Kesehatan karena menyamakan rokok dengan zat adiktif. Qomar memang diharamkan karena menimbulkan permusuhan.
“Kalau rokok sebaliknya, justru menambah teman. Jadi tembakau tidak menimbulkan permusuhan. Akhirnya PP tentang adiktif dibedakan dengan PP tentang Tembakau,” ungkap Samidi.
Masyarakat Bondowoso akan Demo
Muhammad Yasid dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menambahkan, di Bondowoso kalau akan menyekolahkan anak atau membangun rumah hingga naik Haji pasti menunggu hasil tembakau. Bahkan menurut Muhammad Yasid, hasil ekonomi tembakau itu melebihi palawija lainnya.
“Karena itu, PP Nomor 28 Tahun 2024 pukulan berat bagi petani. Petani layak menolak keras PP hingga RPMK. Selesai Covid-19 sudah babak belur, sekarang dihantam lagi dengan kebijakan.
Kalau industrinya terpukul maka hulunya dengan sendirinya juga akan mati. Tolong sampaikan kepada pemerintah, Kami tolak itu. Kalau tidak didengar maka masyarakat Bondowoso akan demo,” pungkasnya.
Komentar