Presiden Prabowo, Frekuensi dan Digitalisasi

Oleh: Elnino M Husein Mohi***

Beberapa kali Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto berpidato dan beberapa kali pula menyebut kata ini: digitalisasi. Itu yang pertama.

Kedua, dalam pidato-pidatonya di masa lampau Presiden Prabowo juga terbiasa mengutip bunyi Pasal 33 UUD ayat 1, 2 dan 3. Tak ada salahnya saya tuliskan lagi ketiga ayat itu.

Ayat 1: Perekonomian nasional disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan. Ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak DIKUASAI oleh negara. Ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya DIKUASAI oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Jadi, apa hubungannya digitalisasi yang disebut oleh Presiden Prabowo dengan konstitusi khususnya Pasal 33 Ayat 1, 2 dan 3? Berikut ini keterkaitannya.

Sebagai dasar pikir, kita perlu menyadari bahwa udara di Indonesia, sebagaimana tanah, pada hakikatnya adalah MILIK negara. Di dalam udara itu terdapat frekuensi yang menjadi sangat mahal harganya karena saking terbatasnya dan saking dibutuhkannya.

Kedua, karena keterbatasan ‘lahan’ maka dapat dimahfumi bahwa udara juga ‘mahal’ sebagaimana “mahalnya” tanah di negara ini.

Sementara itu, definisi digitalisasi adalah perubahan data dari bentuk analog menjadi digital, di mana data digital itu jauh lebih efisien.

Contohnya adalah digitalisasi TV. Ibaratnya begini… sebuah TV yang masih menggunakan frekuensi analog sama saja dengan memakai sebuah rumah yang berdiri di satu kavling tanah. Karena ada 14 stasiun TV analog, maka kira-kira terpakai 14 buah kavling tanah. Digitalisasi adalah membuat sebuah gedung 14 buah lantai di atas 1 (satu) kavling tanah di mana masing-masing lantai digunakan oleh satu stasiun TV, jadilah 14 channel TV itu.

Lalu ke manakah ‘tanah’ yang 13 kavling setelah isinya digusur? Itulah yang disebut “digital deviden”, yang dapat dipakai untuk provider seluler 5G, channel TV khusus pendidikan, pertahanan, kepolisian, partai politik untuk pendidikan politik, hukum, pertanian, komersial, dll.

Secara teknologi gambar, frekuensi TV Digital jauh lebih tajam dan lebih jernih daripada TV Analog. Dan digitalisasi ini berkaitan dengan investasi dan peredaran uang (biasanya iklan) yang bernilai sekitar Rp75 triliun per tahun. Wow!

Betapa pentingnya digitalisasi!
Mau tak mau, setuju atau tak setuju, seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, digitalisasi adalah sebuah keniscayaan di masa depan, pasti menjadi masa depan anak-cucu kita dan untuk itu persiapannya mesti dilakukan sejak zaman sekarang.

Tampaknya Presiden Prabowo sangat menyadari soal digitalisasi ini dan tahu betapa pentingnya digitalisasi itu. Pertanyaan kita, rakyat, kepadanya adalah perusahaan BUMN yang mana yang menganggap bahwa udara/ frekuensi adalah bagian dari (1) keluarga Indonesia, (2) cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, (3) kekayaan alam yang ada di Republik Indonesia yang dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
(Bersambung dengan judul berbeda)

Anggota Komisi 1 DPR RI yang bermitra dengan TNI, Menhan, BIN, Menlu RI, dan Mentri Komdigi***

Komentar