Apresiasi Pernyataan Wapres, Senator Filep Ungkap Tiga Isu Sentral Disabilitas

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma SH, M. Hum mengapresiasi pernyataan Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka yang meminta peningkatan inklusivitas penyandang disabilitas di Indonesia.

Hal itu disampaikan Wapres Gibran dalam acara Peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2024).

“Saya mengapresiasi pernyataan Wapres yang meminta inklusivitas disabilitas ditingkatkan. Bagi saya, makna inklusif ini sarat akan kesetaraan, jadi memastikan terpenuhinya hak-hak disabilitas di semua sektor, utamanya di ruang publik oleh pemerintah, yaitu akses pelayanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perlindungan sosial,” ujar Filep, dalam rilisnya, Kamis (4/12/2024).

“Jadi Komite III mendorong kementerian terkait dapat merealisasikan arahan Wapres sehingga dapat berwujud nyata dan adanya peningkatan dampak atau manfaat yang betul-betul dirasakan. Karena kami mencatat dalam kurun waktu satu dekade terakhir, isu-isu perihal terpenuhinya hak penyandang disabilitas masih perlu banyak perhatian,” sambungnya.

Menurut Filep, keberpihakan kebijakan ini mutlak dilakukan karena Indonesia memiliki prevalensi disabilitas tertinggi di Asia Tenggara menurut UNESCAP.

Pada tahun 2023, hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan bahwa jumlah Penyandang Disabilitas di Indonesia mencapai 22,97 juta jiwa atau sekitar 8,5 persen total penduduk Indonesia, mayoritas berada pada kelompok usia lanjut.

Dia menjelaskan, dari data itu disebutkan bahwa penyebab utama dari disabilitas adalah penyakit. Penyakit berperan 59,1 persen sebagai penyebab disabilitas (melihat, mendengar, berjalan) pada penduduk yang berusia di atas 15 tahun, di mana 53,5 persen dari penyakit tersebut termasuk penyakit tidak menular (PTM).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat prevalensi disabilitas Indonesia pada tahun 2023. Disabilitas terbanyak berasal dari disabilitas penglihatan, yakni 0,6 persen. Berdasarkan provinsi, Papua Pegunungan paling banyak memiliki penyandang disabilitas penglihatan, yakni 1,1 persen dari sampel daerah tersebut. Di susul Papua Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing 0,9 persen.

Disabilitas terbanyak kedua adalah disabilitas berjalan sebesar 0,4 persen, di mana terbanyak berada di Papua Tengah dan Papua Pegunungan masing-masing 0,8 persen, serta Sulawesi Selatan 0,6 persen. Ketiga, disabilitas pendengaran sebesar 0,4 persen. Di sini Papua Pegunungan memiliki jumlah terbanyak dari disabilitas ini yaitu 1,1 persen, diikuti DI Yogyakarta (0,8 persen), dan Papua Tengah (0,7 persen).

Senator Papua Barat itu lantas mengungkapkan tiga isu penting berkaitan dengan fakta-fakta mengenai kondisi disabilitas di Indonesia. Ia menyoroti persoalan pemenuhan hak disabilitas, di sisi pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan.

“Kita tentu cermati, pernyataan Mensos menyebutkan bahwa sebesar 11,42 persen orang penyandang disabilitas hidup di bawah garis kemiskinan. Kondisi ini harus menjadi perhatian, melalui ketersediaan akses, peluang dan ruang yang memadai. Karena 71,4 persen penyandang disabilitas masih bekerja pada sektor informal,” sebutnya.

“Di sisi pendidikan, ada 50 persen anak usia sekolah penyandang disabilitas belum bisa mengenyam pendidikan yang layak. Bahkan di sisi kesehatan, ada 24 persen penyandang disabilitas belum memiliki asuransi kesehatan. Angka ini cukup signifikan, hak pendidikan yang layak dan jaminan kesehatan merupakan kebutuhan fundamental,” kata Filep lagi.

Pace Jas Merah itu menambahkan, persoalan pendidikan pada anak penyandang disabilitas juga masih menjadi problem. Dia menyebutkan, per Maret 2024, BPS mencatat jumlah anak dengan kategori disabilitas pada usia 7-12 tahun yang tidak melanjutkan sekolah sebanyak 19,48 persen; sedangkan usia 13-15 tahun sebanyak 41,9 persen dan 16-18 tahun sebanyak 69,24 persen.

“Tentu data dan fakta ini menjadi gambaran realitas kondisi penyandang disabilitas saat ini. Saya perlu ingatkan bahwa secara legal, Indonesia telah meratifikasi Convention On The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas), melalui UU Nomor 19 Tahun 2011. Kemudian lahir juga UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Sebagai turunannya terdapat tujuh Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur soal disabilitas,” katanya.

“Maka saya mendorong pemerintah utamanya stakeholder terkait menjalankan perlindungan di daerah secara masif. Misalnya melalui pembentukan regulasi daerah terkait perlindungan bagi Penyandang Disabilitas. Jika tema Hari Disabilitas Internasional 2024 ‘Memperkuat Kepemimpinan Penyandang Disabilitas untuk Masa Depan yang Inklusif dan Berkelanjutan’, maka sejatinya para Penyandang Disabilitas mutlak mendapatkan ruang yang cukup untuk mengekspresikan kemampuannya dan terus berkarya di berbagai sektor sesuai bidang minat dan ketertarikan yang ditekuni,” pungkas Filep.

Komentar