LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Tim kuasa hukum Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, melalui pengacaranya Zaid Mushafi, mengajukan permohonan kepada Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi jalannya proses peradilan kliennya.
Permintaan ini bertujuan memastikan persidangan berlangsung sesuai aturan hukum yang berlaku, terutama menyikapi dugaan pelanggaran etik oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun.
Menurut Zaid, hakim Tumpanuli Marbun diduga melakukan kekeliruan dalam menolak praperadilan yang diajukan Tom Lembong terkait status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016.
“Kami menilai ada kesalahan dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan pada praperadilan tersebut,” kata Zaid usai audiensi dengan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Joko Sasmito, di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Zaid mengungkapkan beberapa hal yang menurutnya menunjukkan pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka dan penahanan kliennya.
Ia menjelaskan, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan pada hari pemeriksaan terakhir, 29 Oktober 2024, tanpa pemberitahuan atau pemeriksaan awal sebagai calon tersangka, sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
“Hakim justru mendukung langkah penetapan tersangka dan penahanan tersebut, meskipun tidak sesuai prosedur,” tegas Zaid.
Selain itu, Zaid menilai hakim keliru dalam menafsirkan Putusan MK Nomor 31/PUU-X/2012, yang tidak pernah menyatakan bahwa hasil koordinasi penyidik dengan BPKP dapat dijadikan bukti awal untuk menetapkan tersangka dalam kasus korupsi.
Zaid juga mengkritik proses hukum yang dinilainya melanggar hak kliennya untuk memilih penasihat hukum secara bebas.
Ia menyebutkan, penyidik secara sepihak menunjuk penasihat hukum tanpa memberikan kesempatan kepada Tom Lembong untuk memilih sendiri pendamping hukumnya, melanggar Pasal 54, 55, dan 57 KUHAP.
“Ini adalah pelanggaran serius terhadap hak tersangka. Bahkan hakim mengabaikan pendapat ahli yang menyatakan bahwa penunjukan sepihak penasihat hukum adalah tindakan melawan hukum,” jelasnya.
Hakim, menurut Zaid, juga tidak mempertimbangkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP terkait pentingnya surat penunjukan penasihat hukum.
Tim kuasa hukum meminta KY aktif memantau jalannya persidangan, termasuk memastikan bahwa majelis hakim yang menangani perkara pokok tidak memiliki keberpihakan.
“KY memiliki kewenangan sesuai konstitusi untuk memantau dugaan pelanggaran kode etik hakim. Kami berharap KY dapat mengantisipasi potensi pelanggaran dalam sidang berikutnya,” kata Zaid.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan dua tersangka, yaitu Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, dan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Hingga saat ini, sebanyak 126 saksi dan tiga ahli telah diperiksa dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait impor gula tersebut.
Zaid menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengupayakan agar kliennya mendapatkan proses hukum yang adil dan bebas dari pelanggaran etik.
Komentar