LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, memberikan apresiasi atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Menurut Eddy, putusan ini selaras dengan semangat reformasi yang selama ini diperjuangkan melalui berbagai kebijakan politik.
“UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Keputusan MK ini sejatinya menegaskan apa yang sudah menjadi amanat konstitusi,” ujar Eddy dalam keterangannya, Jumat (3/1/2025).
Eddy menegaskan bahwa penghapusan presidential threshold membuka peluang lebih besar bagi putra-putri terbaik bangsa untuk maju dalam kontestasi pilpres.
Ia meyakini pemilihan presiden seharusnya menjadi ajang adu ide, gagasan, serta visi-misi terbaik tanpa hambatan ambang batas.
“Dengan keputusan ini, kita semakin memperluas ruang demokrasi. Tidak ada lagi hambatan politik yang menghalangi siapa pun yang memiliki potensi dan visi besar untuk memimpin bangsa melalui dukungan partai politik,” katanya.
Lebih lanjut, Eddy menilai bahwa kebijakan ini memberikan rakyat kesempatan lebih besar untuk memilih pemimpin berdasarkan kualitas, gagasan, dan program kerja yang diusung, bukan sekadar pilihan terbatas akibat aturan threshold.
“Keputusan MK memberikan kedaulatan penuh kepada rakyat untuk menentukan pemimpin mereka. Pilihan yang tersedia menjadi lebih beragam dan kompetitif, sehingga rakyat bisa menilai berdasarkan kualitas kandidat,” tambah Eddy.
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur ambang batas minimal pencalonan presiden.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa ketentuan tersebut melanggar UUD 1945 karena membatasi hak politik partai politik peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas suara nasional untuk mencalonkan pasangan capres-cawapres.
“Presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu telah menghilangkan hak konstitusional partai politik untuk mengusulkan calon pemimpin bangsa,” tegas Ketua MK Suhartoyo dalam pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025).
“Ini jelas bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat,” jelasnya.
MK juga mencatat bahwa aturan ambang batas selama ini cenderung mengarahkan kontestasi pilpres hanya pada dua pasangan calon.
Pola ini dinilai meningkatkan risiko polarisasi yang tajam di tengah masyarakat, yang dapat mengancam persatuan bangsa jika dibiarkan berlarut-larut.
“Kondisi ini menimbulkan ketegangan sosial yang membahayakan keutuhan bangsa. Karena itu, ketentuan presidential threshold harus dihapus untuk menciptakan dinamika politik yang lebih sehat dan kompetitif,” kata Suhartoyo.
Dengan putusan ini, MK menilai bahwa presidential threshold tidak hanya melanggar hak politik partai dan kedaulatan rakyat, tetapi juga bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan prinsip keadilan.
Eddy Soeparno pun optimistis bahwa keputusan ini akan menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat demokrasi dan membuka peluang lebih besar bagi pemimpin-pemimpin potensial di masa depan.
“Keputusan ini memberikan landasan baru bagi demokrasi kita. Rakyat akan mendapatkan lebih banyak pilihan, sementara partai politik bisa lebih bebas mengusung kader terbaiknya tanpa hambatan aturan yang diskriminatif,” pungkas Eddy.
Komentar