LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Nurul Arifin mengungkapkan sejumlah faktor pentingnya penerbitan aturan pembatasan penggunaan internet terhadap anak. Salah satunya, untuk mengantisipasi ancaman pencurian data pribadi yang tidak disadari anak-anak.
Ini disampaikan Nurul dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “Mendorong Efektivitas Rancangan Undang-Undang Pembatasan Akses Internet Terhadap Anak”, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, (18/2/2025).
“Ancaman privasi dan pencurian data ini yang mereka tidak tahu, tentang pencurian data itu akibatnya seperti apa,” kata Nurul.
Politikus Partai Golkar itu mengungkapkan anak-anak belum memahami betapa pentingnya menjaga informasi pribadi. Parahnya, anak-anak tidak segan membagikan data pribadi seperti alamat rumah, foto, hingga nomor telepon di media sosial.
“Tanpa menyadari risikonya informasi ini bisa digunakan oleh pelaku kejahatan untuk tujuan seperti penipuan pencurian identitas atau bahkan membahayakan keselamatan mereka secara langsung,” ujarnya.
Selain bahaya pencurian informasi pribadi, akses internet yang kebablasan juga dipastikan bisa membuat anak ketergantungan. Apalagi, kata Nurul, tanpa disadari kemajuan teknologi membuat perubahan yang signifikan dalam bermasyarakat.
“Jadi yang paling maju sekarang teknologi, kalau kita tidak ikuti perubahan tersebut kita akan tertinggal begitu, kan anak-anak akan tertinggal,” kata dia.
Di samping itu, Nurul menekankan pada prinsipnya aturan pembatasan terhadap anak tersebut tidak mengesampingkan kebutuhan internet di era sekarang. Baginya, aturan pembatasan itu harus mengedepankan peran orang tua dalam mengawasi anaknya dalam mengakses internet.
“Dalam hal ini anak-anak harus di bawah pengawasan orang tua, sebetulnya orang tua juga bisa melakukan ini kalau mereka betul-betul konsen dan paham teknologi dengan apa namanya parental control ya,” kata Nurul.
“Jadi dengan itu mereka bisa memberikan misalnya gadget-nya kepada anak-anak dengan konten-konten platform tertentu yang tidak bisa diakses oleh mereka seandainya tidak bisa didampingi secara langsung,” ungkapnya.
Terakhir, Nurul berharap aturan pembatasan akses internet terhadap anak bisa segera diimplementasikan. Dia tidak ingin aturan yang sudah dibahas secara intens dan benar-benar diharapkan publik tesebut hanya menjadi wacana.
“Pemerintah dan kami DPR kita sama-sama untuk bekerja merealisasikan undang-undang ataupun aturan-aturan yang bisa membatasi anak-anak kita tidak untuk membatasi apa eksplorasi mereka untuk untuk yang sifatnya edukasi tapi yang sifatnya negatif,” tegasnya.
Dalam forum yang sama, Komisioner KPAI Kawiyan menilai penerbitan aturan terkait pembatasan akses internet terhadap anak merupakan hal yang penting.
“Saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Mbak Nurul tentang pentingnya regulasi yang akan dibuat oleh pemerintah nanti,” kata Kawiyan.
Menurut Kawiyan, sejauh yang pihaknya tahu pemerintah telah menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE). Tak hanya itu, dia menyebut draft PP itu sudah diproses selama setahun.
Kawiyan mengatakan, PP itu semulanya akan disahkan namun terjadi pergantian pemerintahan sehingga terjadi perubahan beberapa nomenklatur. Termasuk, adanya arahan dari Presiden Prabowo ke Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid agar membuat regulasi yang melindungi anak di ranah digital.
“Dirancangan PP ini ada kewajiban supaya melakukan literasi edukasi kepada orang tua, supaya orang tua juga tahu negatif dan positifnya media sosial gitu jadi bisa membimbing mengarahkan dan sebagainya,” pungkasnya.
Sedangkan praktisi media Saktia Andri Susilo mengatakan, media massa kerap lalai dengan menuliskan identitas korban anak-anak. Seperti inisial, alamat, nama sekolah dan terkadang nama lengkap.
“Pemberitaan ramah anak yang sudah diatur jelas saja, kadang terabaikan. Sehingga bila nantinya ada batasan umur anak, apakah infrastrukturnya sudah siap,” ucapnya balik bertanya.
Termasuk, apakah syarat adanya pendampingan orang tua dalam membuat akun Sosmed benar-benar dilakukan atau tidak. Selain itu, siapa yang bisa menjamin anak telah cukup umur saat membuat akun Sosmed.
“Lalu, apa sanksi bagi PSE yang melanggar ketentuan tersebut? Apakah pemerintah punya kekuatan untuk menekan platform Sosmed yang melanggar batasan umur,” ujarnya.
Sehingga, perlu pengkajian yang komprehensif sebelum gagasan tersebut diundangkan. Karena, jangan sampai aturan tersebut malah kontraproduktif.
Komentar