BULD DPD RI Nilai UU Ciptaker dan Regulasi Pusat Batasi Daerah Susun RTRW

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Perubahan kebijakan tata ruang pasca UU Cipta Kerja yang signifikan, membuat daerah mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian. Selain itu kata Ketua Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI Stefanus B.A.N Liow, regulasi pusat yang cenderung sentralistik, turut membatasi ruang gerak daerah dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sesuai potensi dan kebutuhan daerah masing-masing.

Atas dasar tersebut, BULD DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dalam rangka monitoring implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Daerah Mengenai RTRW.

Hadir dalam RDP tersebut mitra kerja BULD DPD RI di pemerintahan di antaranya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertahanan Nasional Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“BULD DPD RI melihat masih terjadi tumpang tindih pemanfaatan ruang antara kawasan lindung, Hak Guna Usaha (HGU) dan lahan masyarakat yang berujung ketidakpastian hukum dan konflik agraria,” kata Stefanus B.A.N Liow, di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Senator Indonesia asal Sulawesi Utara itu mengatakan Forum Penataan Ruang yang diharapkan dapat memperkuat partisipasi publik dalam penyusunan RTRW, belum berfungsi optimal.

“BULD DPD RI menganggap perlu mendapat penjelasan dan solusi dari Kementerian terkait atas persoalan-persoalan tersebut, sekaligus kami ingin meninjau apakah masih ada rencana kebijakan yang hingga saat ini belum terealisasi,” kata Stefanus.

Menanggapi hal tersebut Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Edison Siagian menjelaskan, Permendagri nomor 15 tahun 2024 telah mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk menganggarkan alokasi untuk penyelesaian integrasi atau revisi rencana tata ruang wilayah provinsi.

“Kemendagri telah memberi arahan kepada 32 gubernur dan 147 bupati/ wali kota untuk percepatan penyusunan dan penetapan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) serta pengintegrasian ke dalam sistem Online Single Submission (OSS) untuk meningkatkan efisiensi,” kata Edison.

Sedangjan Deputi Bidang Pembangunan Kewilayahan, Kementerian PPN/ Bappenas, Medrilizam mengatakan, dalam rangka perbaikan pelaksanaan amanat UU Cipta Kerja perlu dilakukan penyempurnaan aturan teknis dan/ atau pengaturan tambahan (kelengkapan) tentang mekanisme integrasi antarmatra ruang.

“Upaya-upaya penyempurnaan tetap perlu dilanjutkan untuk menjamin sinkronisasi antara rencana pembangunan dan rencana tata ruang serta keberlanjutan pembangunan,” ujarnya.

Senator Indonesia asal Kalimantan Utara, Marthin Billa mengharapkan agar segala persoalan konflik tata ruang yang menghambat akselarasi segera diselesaikan. Dirinya juga berharap agar kebijakan satu peta segera terealisasi.

“Realisasi kebijakan satu peta akan mencegah tumpah tindih regulasi kementerian. Kami juga mendorong diadakan evaluasi atas pelaksanaan self declaration izin berusaha Mikro dan Kecil dalam sistem OSS mengingat banyak penyalahgunaan izin tata ruang di dalamnya,” imbuh Wakil Ketua BULD DPD RI itu.

Selain itu, Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas memandang UU Cipta Kerja malah membuat daerah tidak leluasa dalam mengelola potensi sumber dayanya.

UU Cipta Kerja, menurut Senator Indonesia asal Daerah Istimewa Yogyakarta itu, justru berpotensi membuat daerah menjadi tidak mandiri karena desentralistik tersebut.

“Tentunya masalah ini akan selalu menjadi sorotan tajam DPD RI. Untuk itu kami berharap agar pemerintah selalu bisa berdampingan dengan DPD RI untuk bersama menjembatani permasalahan ini, demi percepatan pembangunan daerah,” pungkasnya.

Komentar