LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Menurut Umardin, terdapat ketidakberesan dalam proses tender yang seharusnya diawasi ketat oleh Kementerian Perhubungan.
“Ini sangat aneh. Inti sanggahan saya adalah masalah SBU-nya. Tidak valid dan bermasalah, tapi kok bisa menang,” jelas Umardin.
Kala itu, Dirjen Bina Konstruksi menjelaskan SBU PT Putra Rato Mahkota telah habis masa berlakunya. “Mereka bilang SBU PT Putra Rato Mahkota habis masa berlakunya. Ini berarti mereka tidak memiliki izin yang sah untuk mengikuti tender ini,” tambahnya.
Umardin, juga mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam proses tender proyek tersebut. Menurutnya, di LPSE Kementerian Perhubungan proyek ini masih berstatus bintang satu dan belum berkontrak. Namun, dia merasa aneh kok pekerjaan di lapangan sudah dimulai.
“Sesuai aturan barang dan jasa, wajib dicantumkan pemenang berkontrak. Saya kaget. Kok sudah bekerja?,” ungkap Umardin.
Kejanggalan ini terungkap saat Umardin memeriksa status proyek Bandara Depati Parbo di LPSE Kementerian Perhubungan. Ia menemukan bahwa proyek tersebut masih berstatus bintang satu, yang berarti proses tender belum final. Namun, di lapangan, pekerjaan sudah berjalan.
Proyek pengembangan Bandara Depati Parbo senilai Rp 24,3 miliar ini mencakup pembangunan terminal baru seluas 1200 m² dan akses jalan terminal seluas 6.787 m², dengan waktu pelaksanaan 240 hari kerja yang dimulai sejak Januari 2024. Proyek ini dilaksanakan oleh PT Putra Rato Mahkota yang beralamat di Jakarta Pusat.
Merespons hal itu, Anggota DPD RI dapil Jambi Elviana, mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melakukan audit investigasi terkait polemik dan masalah di proyek Bandara Depati Parbo Kerinci.
“BPK dan KPK tidak boleh mendiamkan hal ini. Kami sangat prihatin korupsi di Kerinci tidak putus-putusnya beritanya,” ujar Elviana.
Ia pun telah melaporkan masalah proyek tersebut ke BPK RI perwakilan Jambi untuk segera melakukan audit investigasi. Ia berharap bahwa langkah ini dapat mengungkap kebenaran di balik polemik yang terjadi.
Menurut Umardin, terdapat ketidakberesan dalam proses tender yang seharusnya diawasi ketat oleh Kementerian Perhubungan. “Ini sangat aneh. Inti sanggahan saya adalah masalah SBU-nya. Tidak valid dan bermasalah, tapi kok bisa menang,” jelas Umardin.
Kala itu, Dirjen Bina Konstruksi menjelaskan SBU PT Putra Rato Mahkota telah habis masa berlakunya. “Mereka bilang SBU PT Putra Rato Mahkota habis masa berlakunya. Ini berarti mereka tidak memiliki izin yang sah untuk mengikuti tender ini,” tambahnya.
Umardin, juga mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam proses tender proyek tersebut. Menurutnya, di LPSE Kementerian Perhubungan proyek ini masih berstatus bintang satu dan belum berkontrak. Namun, dia merasa aneh kok pekerjaan di lapangan sudah dimulai.
“Sesuai aturan barang dan jasa, wajib dicantumkan pemenang berkontrak. Saya kaget. Kok sudah bekerja?,” ungkap Umardin.
Kejanggalan ini terungkap saat Umardin memeriksa status proyek Bandara Depati Parbo di LPSE Kementerian Perhubungan. Ia menemukan bahwa proyek tersebut masih berstatus bintang satu, yang berarti proses tender belum final. Namun, di lapangan, pekerjaan sudah berjalan.
Proyek pengembangan Bandara Depati Parbo senilai Rp 24,3 miliar ini mencakup pembangunan terminal baru seluas 1200 m² dan akses jalan terminal seluas 6.787 m², dengan waktu pelaksanaan 240 hari kerja yang dimulai sejak Januari 2024. Proyek ini dilaksanakan oleh PT Putra Rato Mahkota yang beralamat di Jakarta Pusat.
Merespons hal itu, Anggota DPD RI dapil Jambi Elviana, mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melakukan audit investigasi terkait polemik dan masalah di proyek Bandara Depati Parbo Kerinci.
“BPK dan KPK tidak boleh mendiamkan hal ini. Kami sangat prihatin korupsi di Kerinci tidak putus-putusnya beritanya,” ujar Elviana.
Ia pun telah melaporkan masalah proyek tersebut ke BPK RI perwakilan Jambi untuk segera melakukan audit investigasi. Ia berharap bahwa langkah ini dapat mengungkap kebenaran di balik polemik yang terjadi.
Sebelumnya, diberitakan bahwa Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kerinci, Heri Cipta, kepada awak media sudah menjelaskan bahwa kelanjutan pembangunan Bandara Depati Parbo pada 2024 langsung berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, bukan lagi melalui Dinas Perhubungan.
“Jadi bukan lagi melalui Dinas Perhubungan, tapi langsung dari Kemenhub,” katanya.
Terbaru, Direktur Eksekutif Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menegaskan, kasus seperti ini masih sangat marak di sejumlah proyek kementerian. “Istilahnya si pemenang tender sudah disiapkan atau sudah ada main mata dan kongkalikong,” ujar Uchok.
Karena itu, Uchok mendesak penegak hukum sperti KPK dan Kejaksaan Agung untuk mau lebih aktif menyoroti proyek-proyek di kementerian. “KPK dan BPK harus lebih aktif, jangan diam dan menunggu ada laporan,” tegasnya.
Lebih lanjut Uchok juga menjelaskan, rantai korupsi di proyek seperti itu biasanya sangat sering melibatkan oknum pejabat penting di lingkungan kementerian tersebut.
“Jadi kalau kasusnya di kemenhub, ya bisanya pemainya orang-orang dekatnya orang nomor satu di kemenhub. Karena itu di era Prabowo ini hal itu tidak boleh ada lagi,” ujarnya.
Sejumlah sumber di kemenhub menyebutkan, kasus proyek bandara di kerinci itu melibatkan orang-orang penting di kementerian.
“Orangnya sudah diperiksa, ada dua figur penting di proyek itu, RK dan MK. Inisial terkahir ada di posisi penting saat ini. Dan orang kesayangan menteri sebelumnya,” ujar sosok ASN yang biasa memeriksa sejumlah SDM di kemenhub itu.
Komentar