Krisis Pangan dan Gizi Kian Parah, Indonesia Perkuat Komitmen Advokasi di Asia

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Krisis pangan dan gizi terus menghantui dunia, dengan keluarga menjadi pihak yang paling terdampak selain komunitas dan negara. Masalah ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk bencana alam, perubahan iklim, dan keterbatasan ketersediaan pangan dasar.

Ketergantungan antarnegara dalam penyediaan bahan pangan juga memperburuk situasi. Banyak masyarakat kesulitan mendapatkan bahan makanan yang bernutrisi, menyebabkan angka kekurangan gizi terus meningkat.

Sementara itu, petani masih menghadapi kendala besar dalam mendapatkan pupuk, yang berdampak pada produksi pangan. Ditambah dengan krisis ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang belum pulih sepenuhnya, kondisi ini semakin memperburuk kesejahteraan masyarakat.

Sebagai respons terhadap krisis ini, Scaling Up Nutrition Civil Society Network (SUN CSN) Asia mengadakan Asia Regional Gathering 2025 di Colombo, Sri Lanka, pada 17–21 Februari 2025. Acara ini mempertemukan perwakilan 18 negara Asia dan CSA dari Inggris untuk membahas strategi mempercepat penanganan gizi.

Salah satu delegasi dari Indonesia adalah Risni Julaeni Yuhan, perwakilan dari Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah sekaligus co-lead SUN CSA Indonesia.

“Indonesia berkomitmen memperkuat advokasi gizi dengan pendekatan multisektoral. Melalui forum ini, kami berbagi pengalaman dalam tata kelola SUN CSA dan belajar dari negara lain untuk mempercepat pencapaian target gizi nasional dan regional,” ujar Risni dalam sesi CSA 2024 Report Discussion.

Menurutnya, perubahan sistemik harus dilakukan agar gizi menjadi bagian dari rencana tanggap krisis nasional dan global. Jika tidak, angka kelaparan akan terus meningkat, terutama di kalangan anak-anak di bawah usia lima tahun yang mengalami hambatan pertumbuhan.

Pertemuan ini berfokus pada penyusunan strategi percepatan peningkatan status gizi di Asia serta persiapan menuju Nutrition for Growth (N4G) Summit 2025 di Paris.

Beberapa isu utama yang dibahas meliputi, peningkatan tata kelola organisasi CSA di Asia, strategi penggalangan dana untuk program gizi berkelanjutan, penerapan inovasi dalam advokasi gizi melalui model SUN 4.0, kunjungan lapangan ke komunitas di Sri Lanka untuk mempelajari implementasi program gizi lokal

Selain Risni, Indonesia juga diwakili oleh Aghata Tyas dari CISDI sebagai lead SUN CSO Indonesia dan April S dari Nutrition Indonesia. Mereka aktif dalam diskusi strategi guna memperkuat kolaborasi regional dan mempercepat pencapaian target zero hunger serta peningkatan kualitas gizi di Asia.

Krisis ini tidak bisa diselesaikan sendirian. Kolaborasi antarnegara dan pendekatan multisektoral menjadi kunci agar semua orang, terutama anak-anak, bisa mendapatkan akses gizi yang layak dan masa depan yang lebih baik.

Komentar