LIPUTAN.CO.ID, Balikpapan – Komite IV DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Timur dalam rangka Penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Acara yang berlangsung di Kantor Wali Kota Balikpapan ini dihadiri oleh Pimpinan dan Anggota Komite IV DPD RI, Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Ir. H. Seno Aji, M.Si; Wakil Wali Kota Balikpapan, Dr. Ir. H. Bagus Susetyo, M.M; Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Setda Provinsi Kalimantan Timur, Ir. Ujang Rachmat, M.Si; serta Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kalimantan Timur, M. Syaibani.
“Salah satu fokus Komite IV DPD RI Pada Masa Sidang III ini, menyusun RUU Perubahan atas UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). RUU dimaksud saat ini sedang dibahas dalam Program Legislasi Nasional. PNBP menjadi penting karena tata kelolanya seharusnya menjadi kewenangan pemerintah daerah,” kata Sinta Rosma Yenti anggota DPD RI asal Kalimantan Timur, Rabu (26/2/2025).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Kaltim, hingga Desember 2024, realisasi PNBP Kalimantan Timur mencapai Rp3,44 triliun atau 156,82% dari target yang ditetapkan. Angka ini mencerminkan peningkatan sebesar 7,94% secara year-on-year (yoy), dengan sumber dominan berasal dari jasa kepelabuhan dan layanan pendidikan.
Wakil Gubernur Kalimantan Timur menegaskan, target PNBP tahun 2025 tidak akan diturunkan, mengingat kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan daerah.
Namun, seiring dengan penurunan produksi minyak bumi, pemerintah daerah terus mencari sumber-sumber pendapatan baru, terutama dari sektor kelapa sawit dan diversifikasi ekonomi lainnya.
Wakil Wali Kota Balikpapan menambahkan, optimalisasi sektor lain di luar pertambangan, seperti pariwisata dan industri kreatif, dapat menjadi solusi dalam meningkatkan PNBP sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam yang tidak terbarukan.
Belum Optimal Dapat PNBP
Dalam pertemuan ini, Ketua Komite IV DPD RI, H. Ahmad Nawardi, S.Ag, menegaskan, Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi dengan kontribusi besar terhadap PNBP nasional, khususnya dari sektor Migas, Minerba, dan Kehutanan. Namun, realisasi penerimaan daerah dari PNBP dinilai belum sebanding dengan potensi yang ada.
“Kalimantan Timur selama ini menyumbang PNBP dalam jumlah besar, namun distribusinya masih belum optimal bagi pembangunan daerah. Kami ingin memastikan bahwa daerah penghasil mendapatkan manfaat yang adil dan proporsional,” ujar Ahmad Nawardi.
Senada, Anggota Komite IV lainnya menyoroti permasalahan dalam mekanisme perhitungan dan alokasi PNBP bagi Kalimantan Timur. “Mari Jadikan Momentum Tahun 2025 ini dalam mengawal aspirasi Daerah untuk mendapatkan transparansi dalam mekanisme distribusi PNBP ke Daerah” ujar Habib Ali Alwi, Senator dari Provinsi Banten.
Tim Ahli RUU Komite IV DPD RI, Prof. Tjip Ismail menambahkan, berdasarkan Pasal 10 ayat (3) UU Nomor 32 tahun 2004 segala urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah kecuali Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter Fiskal Nasional dan Agama.
“Maka Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu menjadi kewenangan daerah, seharusnya diatur bagaimana pengelolaan PNBP lebih adil dan memberikan manfaat yang nyata bagi daerah,” kata Tjip Ismail.
Tantangan PNBP
Komite IV DPD RI mencatat beberapa tantangan utama dalam pengelolaan PNBP di Kalimantan Timur yang disampaikan oleh peserta Rapat, antara lain:
Ketergantungan pada sektor Migas dan Minerba, sementara sektor lain seperti kehutanan dan jasa belum dioptimalkan sebagai sumber PNBP, termasuk maksimlaisasi PNBP dari tenaga kerja Asing.
2.Kurangnya transparansi dalam mekanisme distribusi PNBP ke daerah.
3.Dominasi pusat dalam pengelolaan PNBP, membuat daerah memiliki ruang terbatas dalam menentukan kebijakan.
4.Kewenangan daerah yang terbatas, karena seluruh pengelolaan PNBP harus merujuk pada aturan pusat.
5.Bagi hasil PNBP yang kurang optimal, sehingga daerah penghasil tidak mendapatkan manfaat yang cukup.
6.Aturan daerah yang belum selaras dengan regulasi pusat, menyebabkan hambatan dalam implementasi kebijakan.
7.Dampak lingkungan dari eksploitasi SDA yang tinggi, yang tidak diimbangi dengan pengelolaan PNBP yang berpihak pada keberlanjutan.
8.Ketentuan sanksi perlu lebih dipertegas dengan peningkatan jumlah denda.
“Kami belum tahu transparansi penerimaan total dan sektor mana saja yang paling besar menyumbang PNBP dari daerah. Ini menjadi tantangan utama bagi pemerintah daerah dalam perencanaan fiskal,” tambah Ujang Rachmat.
Rekomendasi RUU PNBP
Komite IV DPD RI mengusulkan beberapa rekomendasi penting untuk dimasukkan dalam revisi Undang-Undang PNBP, yaitu:
1.Reformasi sistem distribusi PNBP, agar daerah penghasil mendapatkan alokasi yang lebih adil dan proporsional.
2.Peningkatan transparansi dalam perhitungan dan penggunaan dana PNBP di daerah.
3.Optimalisasi potensi PNBP dari sektor non-Migas, seperti kehutanan, perikanan, dan jasa lingkungan, termasuk tenaga kerja asing.
4.Pemberian kewenangan lebih kuat bagi daerah, terutama dalam pemanfaatan wilayah sungai dan transhipment batubara sebagai sumber PAD.
5.Integrasi kebijakan PNBP dan PAD, guna meningkatkan kemandirian fiskal daerah.
6.Pemberian insentif bagi daerah yang berkontribusi besar terhadap PNBP, sebagai penghargaan atas kontribusinya.
“Kami ingin memastikan bahwa revisi UU PNBP dapat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi daerah, khususnya Kalimantan Timur, sehingga penerimaan negara ini bisa benar-benar berdampak bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Ahmad Nawardi.
Komitmen DPD RI
Komite IV DPD RI menegaskan bahwa revisi UU PNBP harus mencerminkan keadilan fiskal bagi daerah penghasil. Dalam kunjungan ini, Komite IV juga menyatakan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan PNBP agar lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada kesejahteraan daerah.
“Revisi ini harus menjadi momentum untuk memperbaiki keadilan fiskal bagi Kalimantan Timur. Kami ingin memastikan bahwa kontribusi daerah benar-benar dihargai dalam bentuk kebijakan yang lebih adil,” ujar Ahmad Nawardi.
Dengan sinergi antara DPD RI, pemerintah pusat, dan daerah, diharapkan revisi UU PNBP ini dapat menjadi solusi bagi berbagai tantangan yang selama ini dihadapi serta menciptakan sistem pengelolaan PNBP yang lebih efektif dan berkeadilan bagi Kalimantan Timur.
Komentar