Penundaan Panen Bukan Solusi, Pemerintah Harus Punya Peta Jalan Serapan Gabah

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menilai permintaan Perum Bulog agar petani menunda masa panen bukanlah solusi yang bijak untuk mengatasi lonjakan hasil panen raya pada Kuartal I 2025 (Februari–April).

“Pemerintah harus segera menyusun peta jalan (mapping) yang jelas dalam pembelian Gabah Kering Panen (GKP) agar hasil panen terserap secara optimal dan petani tidak dirugikan,” kata Alex dalam pernyataan tertulis, Kamis (20/3/2025).

Pernyataan ini menanggapi kendala yang dialami Perum Bulog, khususnya Kantor Cabang (Kancab) Kediri, dalam mengeringkan dan menyerap hasil panen petani di wilayahnya, yang mencakup Kabupaten Kediri, Kota Kediri, dan Kabupaten Nganjuk. Saat ini, produksi GKP di Kancab Kediri mencapai 450 ton per hari, sementara selama puncak panen medio Maret–April 2025, produksi gabah diperkirakan meningkat hingga 5.600 ton per hari.

“Panen raya ini terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia yang menjadi tanggung jawab Bulog. Kasus di Kancab Kediri harus menjadi pembelajaran agar tidak terulang di daerah lain,” ujar Alex.

Selain tantangan penyerapan gabah, Alex juga mengingatkan ancaman cuaca ekstrem akibat fenomena La Nina yang diprediksi oleh BMKG. Fenomena ini dapat meningkatkan curah hujan hingga 20–40 persen dan berlangsung sejak akhir 2024 hingga Maret atau April 2025.

“Ancaman La Nina ini ibarat bom waktu bagi petani. Jika panen ditunda, risiko gagal panen semakin tinggi,” tegas Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Barat tersebut.

Oleh karena itu, Alex meminta kementerian dan lembaga terkait untuk segera berkoordinasi guna memastikan skema pembelian gabah oleh Bulog berjalan lancar, sehingga dapat segera diolah menjadi beras.

Alex juga menyoroti pentingnya kepastian bagi petani terkait harga pembelian pemerintah (HPP). Saat ini, petani merasa optimistis dengan kebijakan yang mewajibkan Bulog membeli gabah mereka tanpa mempermasalahkan kualitasnya, sesuai dengan HPP sebesar Rp6.500 per kg.

“Tidak elok jika kegembiraan petani ini berbalik menjadi kecemasan. Meminta mereka menunda panen di tengah ancaman La Nina bukanlah keputusan yang tepat,” ujar Alex.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), proyeksi panen pada Januari dan Februari 2025 masing-masing mencapai 1,31 juta ton dan 2,08 juta ton beras. Sementara pada Maret, produksi diprediksi melonjak menjadi 5,20 juta ton. Tren ini diperkirakan berlanjut hingga April dan Mei, yang merupakan puncak panen raya.

Dengan total produksi beras di triwulan pertama 2025 diperkirakan mencapai 8,59 juta ton, sementara kebutuhan konsumsi nasional selama periode tersebut sekitar 7,77 juta ton, maka terdapat surplus 820 ribu ton.

“Ini merupakan capaian positif dalam mewujudkan swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Namun, kelebihan produksi ini harus dikelola dengan baik agar tidak merugikan petani,” pungkas Alex.

Komentar