LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Aktivis dan pegiat media sosial John Sitorus mengeluarkan serangkaian pernyataan tajam mengenai penanganan kasus korupsi di Pertamina.
Menurutnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) belum serius diusut. John Sitorus menyoroti berbagai indikasi dan kejanggalan yang muncul dalam proses penyelidikan.
Khususnya yang melibatkan pejabat tertinggi dan dugaan keterlibatan Menteri BUMN Erick Thohir.
“Korupsi Pertamina, Aroma TELUR BUSUK di Kejagung. Wajar jika publik menilai Kejagung tidak serius menuntaskan korupsi Pertamina Rp 1.000 Triliun ini,” tulisnya, yang dikutip Senin (10/3/2025).
Ia melanjutkan bahwa pada awalnya, Kejaksaan Agung sempat menyatakan akan memanggil Erick Thohir sebagai bagian dari penyelidikan.
Namun, kenyataannya berubah drastis ketika pertemuan tersebut berlangsung secara diam-diam hingga larut malam:
“Awalnya Kejagung menyatakan berpeluang akan memanggil Erick Thohir, ternyata malah bertemu diam-diam hingga LARUT MALAM,” ungkapnya.
Dalam kelanjutan komentarnya, John Sitorus menyebutkan bahwa rapat tertutup yang dilaksanakan dengan Komisi III DPR RI, meskipun perhatian publik sedang tinggi, menimbulkan kecurigaan adanya informasi yang ditutupi:
“Lalu kemarin rapat tertutup dengan Komisi III DPR RI, padahal atensi publik sedang ramai-ramainya. Saya menduga banyak yang ditutupi, setidaknya soal bohir besar yang disebut-sebut belakangan ini,” jelasnya.
Lebih mengejutkan, ia menuduh Kejaksaan Agung seolah-olah telah mengambil peran sebagai juru bicara bagi Erick Thohir dengan menyatakan bahwa Erick tidak terlibat dalam kasus korupsi tersebut:
“Yang mengejutkan, Kejagung seolah menjadi juru bicara Erick Thohir sendiri dengan menyatakan Erick tidak terlibat,” tulisnya.
John Sitorus kemudian mempertanyakan dasar dan proses pemeriksaan yang membuat pernyataan tersebut dikeluarkan, mengingat Erick Thohir memiliki wewenang penuh atas pengangkatan sembilan tersangka korupsi yang kini menjabat sebagai direktur di PT Pertamina Patra Niaga.
“Kapan pemeriksaannya sehingga Erick Thohir tidak terlibat? Apa dasar pernyataannya sementara Erick Thohir berwenang penuh atas pengangkatan 9 orang tersangka korupsi tersebut jadi direktur di Patra Niaga?” tanyanya dengan nada mengecam.
Ia juga mengkritik proses hukum yang berjalan tanpa pemeriksaan atau pemanggilan yang layak, sehingga pelaku langsung dicap “tidak terlibat”:
“Tanpa pemeriksaan, tanpa pemanggilan, langsung dicap ‘tidak terlibat’. Luar biasa hukum di negeri ini,” tambahnya.
Dalam penutup komentarnya, John Sitorus menyindir bahwa seharusnya Kejaksaan Agung mendapatkan penghargaan atas prestasinya mengungkap korupsi hampir Rp1.000 triliun.
Namun kenyataannya, pasca rapat di Komisi III, “warna dan wangi bunga” penghargaan tersebut dirasa terlalu mahal.
“Seharusnya Kejagung layak diberi bunga mawar atas prestasinya mengungkap korupsi hampir 1.000 Triliun, tapi sehabis rapat di Komisi III rasanya warna dan wangi bunga itu terlalu mahal,” tulisnya.
“Kejagung lebih layak dilempar TELUR BUSUK saja, karena sekarang mereka hanya jadi juru bicara Erick Thohir,” pungkasnya.
Ia menekankan bahwa meskipun tidak secara langsung menyatakan keterlibatan Erick Thohir, seharusnya ia wajib diperiksa oleh Kejaksaan Agung, mengingat peran besarnya dalam pengangkatan direksi dan pengawasan kerja Pertamina:
“Kita tidak mengatakan Erick Thohir terlibat, tetapi Erick Thohir seharusnya wajib diperiksa oleh Kejagung. Dialah yang punya wewenang terbesar dalam pengangkatan direksi dan pengawasan kerja Pertamina,” jelasnya.
John Sitorus menutup dengan pernyataan pedas mengenai dampak korupsi yang masih merajalela.
“Berharap pemberantasan korupsi Pertamina hingga akar-akar dan bohir-bohirnya, ternyata itu kesalahan yang serius di republik ini,” tutupnya.
Pernyataan tajam ini mencerminkan kekecewaan publik terhadap penanganan kasus korupsi Pertamina dan menuntut transparansi penuh dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
Komentar