Soal Sampah, Senator Yogyakarta Nilai Political Will Pemda Masih Minim

LIPUTAN.CO.ID, Yogyakarta – Empat anggota DPD RI dari daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar Rapat Kerja membahas persampahan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Keempat Anggota DPD RI yang hadir dalam Raker yang di Gedung DPD RI Perwakilan DIY, Kota Yogya, Selasa (8/4/2025), itu adalah Gusti Kanjeng Ratu atau GKR Hemas, Ahmad Syauqi Soeratno, Yashinta Sekarwangi Mega dan Hilmy Muhammad.

Rapat Kerja juga diikuti oleh perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan atau DLHK DI Yogyakarta, DLH Kota dan Kabupaten di DIY, serta aktivis lingkungan, mahasiswa dan akademisi.

GKR Hemas yang kini dipercaya jadi salah Pimpinan DPD RI mengungkapkan, persoalan pengelolaan sampah menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah, khususnya di kabupaten dan kota.

Dijelaskannya, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi yang semakin meningkat, produksi sampah juga mengalami peningkatan signifikan.

Di sisi lain, lanjutnya, political will pemerintah kabupaten dan kota untuk menjadikan pengelolaan sampah sebagai prioritas cenderung masih minim.

“Memang, kita tidak bisa serta-merta menyalahkan pemerintah, karena wisatawan yang datang minimal bisa ikut meminimalisir timbunan sampah,” kata GKR Hemas.

Dikatakannya, sejak tempat pembuangan sampat atau TPA Piyungan ditutup oleh Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Mei 2024 yang lalu, muncul rentetan masalah baru di daerah tingkat dua.

Wakil Ketua DPD RI itu menilai penutupan TPA Piyungan ini tidak sepenuhnya menyelesaikan dampak lingkungan yang telah ada sejak TPA Piyungan dibangun.

“Pengelolaan sampah sudah tersentral di kabupaten dan kota. Tapi, masalahnya, ada keterbatasan ruang pengelolaan sampah. Terutama di kota, itu menjadi pekerjaan rumah tersendiri,” ujarnya.

Sedangkan Kepala Balai Pengelolaan Sampah DLHK DIY, Aris Prasena, menjelaskan, pihaknya kini fokus mengoptimalkan fasilitas pengolahan sampah yang ada di kabupaten dan kota, juga menambah kapasitas untuk mengatasi selisih sampah yang belum terolah, sehingga dampak timbunan di depo dapat diminimalisir.

“Kalau di kota lahannya terbatas, kita memberikan pinjam pakai lahan di TPA Piyungan. Itu jadi bagian untuk memperbaiki sistem di hilir, dengan fasilitas teknologi pengolahan,” ungkapnya.

Menurut Aris, Daerah Istimewa Yogyakarta sudah sepenuhnya berubah, mulai dari pembuangan sampah sistem landfill di TPA Piyungan, menjadi pengolahan di hilir.

Meski selisih antara limbah yang sudah dan belum terolah urung tertangani 100 persen, ia memastikan kota dan kabupaten sudah berprogres.

“Gunungkidul dan Kulon Progo juga mulai mengembangkan pengolahan sampah berbasis teknologi. Kita tidak ingin, apa yang terjadi di TPA Piyungan terulang di sana,” pungkasnya.

Komentar