BKSP DPD RI Gagas Forum Senat Asia Tenggara

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Badan Kerja Sama Parlemen atau BKSP DPD RI menggelar Rapat Kerja dengan Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI, Sidharto Suryodipuro, sebagai upaya mendorong penguatan peran daerah dalam diplomasi Asean.

Rapat dipimpin Ketua BKSP DPD RI, Gusti Farid Hasan Aman, didampingi Wakil Ketua BKSP Darmansyah Husein, Mirah Midadan Fahmid, dan Lis Tabuni, berlangsung di Ruang Rapat Padjadjaran, Gedung B DPD RI, Selasa (6/5/2025).

Dalam sambutannya, Ketua BKSP menilai pentingnya memperkuat jejaring antar-lembaga Senat di Asean sebagai bagian dari diplomasi regional yang inklusif dan berbasis keterwakilan daerah.

“Di kawasan ASEAN, ada empat negara dengan sistem bikameral yang memiliki Lembaga Senat, yaitu Thailand, Malaysia, Filipina, dan Kamboja. Sudah saatnya kita mendorong pembentukan forum antar-Senat yang kami sebut sementara sebagai Forum Senat Asia Tenggara,” kata Gusti Farid.

Forum tersebut, menurut Gusti Farid, tidak dimaksudkan menggantikan AIPA, melainkan memperkaya kerja sama Parlemen Asean dengan fokus pada isu-isu representasi daerah dan pengawasan pembangunan.

Ia juga meminta pandangan dan rekomendasi dari Ditjen Kerja Sama Asean mengenai bentuk pendekatan yang tepat dalam mengelola diplomasi antar-kamar kedua di Asean, dengan harapan DPD RI dapat memainkan peran pelopor.

Dalam paparannya, Dirjen Sidharto menjelaskan bahwa kerja sama sub-kawasan seperti IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle) dan BIMP-EAGA (Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area) telah menunjukkan manfaat konkret bagi daerah, terutama dalam hal konektivitas dan infrastruktur.

Ia mencontohkan pembangunan jalan raya yang menghubungkan Tanjung Selor (Kalimantan Utara) dengan Sabah (Malaysia), serta proyek jaringan kelistrikan lintas batas North Kalimantan Power Grid.

Konektivitas juga terus diperkuat melalui jalur laut RoRo (Roll On–Roll Off), seperti Dumai–Malaka dan Batam–Johor Bahru, serta peningkatan rute penerbangan antara Sumatera dan Semenanjung Malaysia.

Menurut Sidharto, hal ini membuka ruang luas bagi pemerintah daerah untuk menyelaraskan pembangunan subregional dengan agenda daerah, mendorong investasi, dan memperkuat kapasitas pengelolaan potensi lokal.

Dirjen Sidharto juga mengungkapkan dimensi lain kerja sama ASEAN yang kini mencakup peningkatan kontak antarmasyarakat (people-to-people contact).

Salah satu langkah konkret adalah pengakuan Surat Izin Mengemudi (SIM) Indonesia di delapan negara ASEAN mulai Juni 2025. Langkah ini diyakini akan memperlancar mobilitas masyarakat dan mempererat interaksi lintas negara di Asia Tenggara.

Isu perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri juga mengemuka dalam rapat. Data Kementerian Luar Negeri menunjukkan per Maret 2025, terdapat ribuan WNI yang tersebar di negara-negara non-tradisional ASEAN. Di antaranya: 4.300 WNI di Kamboja, 1.187 di Myanmar, 770 di Filipina, 691 di Laos, dan 464 di Thailand.

BKSP menilai data ini menjadi dasar penting untuk merumuskan langkah strategis perlindungan dan pelayanan bagi WNI, termasuk penguatan peran DPD RI dalam diplomasi kemanusiaan dan sosial.

Dalam rangka penguatan diplomasi Parlemen, BKSP menegaskan pentingnya posisi Indonesia di ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA).

Namun demikian, kebutuhan akan forum baru yang secara khusus mempertemukan kamar kedua atau senat negara-negara ASEAN dinilai krusial, utamanya untuk memperjuangkan kepentingan daerah, memperdalam isu-isu strategis, dan meningkatkan kapabilitas legislatif subnasional di kancah global.

Rapat kerja tersebut menghasilkan lima poin kesimpulan strategis:

  1. BKSP mencermati dinamika kawasan, seperti krisis Myanmar dan isu pengungsi Rohingya, serta peningkatan interaksi di subkawasan IMT-GT, BIMP-EAGA, dan Greater Mekong Subregion.
  2. BKSP mendukung pengembangan dialog antar-senat di negara-negara bikameral ASEAN, sebagai bagian dari diplomasi parlementer regional.
  3. ASEAN Economic Community (MEA) dinilai lebih sesuai dengan konteks kawasan dibanding pendekatan Uni Eropa, melihat dinamika geopolitik saat ini.
  4. Ketahanan ASEAN berdasarkan prinsip ZOPFAN(Zone of Peace, Freedom, and Neutrality) memungkinkan fokus pembangunan nasional tanpa konflik antarnegara.
  5. Kerja sama non-negara seperti antara pelaku usaha dan aktivis HAM terus berkembang, termasuk potensi inisiatif seperti pengembangan smart village di ASEAN.

Komentar